Mining Forum

Pemerintah Beberkan Alasan Royalti Emas & Nikel Harus Naik

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
21 March 2025 09:00
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI, Tri Winarno menyampaikan paparan dalam acara Mining Forum 2025 di Jakarta, Selasa (18/3/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI, Tri Winarno menyampaikan paparan dalam acara Mining Forum 2025 di Jakarta, Selasa (18/3/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merevisi Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai tarif royalti atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor pertambangan mineral dan batu bara. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sumber daya alam.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang meninjau ulang aturan mengenai tarif royalti, guna memastikan penerimaan negara yang lebih adil.

"Pertimbangannya agar negara mendapatkan hak yang lebih fair dalam pengelolaan sumber daya alam," ujar Julian kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (21/3/2025).

Menurut Julian, setidaknya terdapat enam komoditas tambang yang masuk dalam daftar revisi kenaikan tarif royalti, yakni komoditas batu bara, timah, emas, perak, tembaga, hingga nikel.

Meski begitu, Julian masih enggan memerinci besaran tarif royalti yang akan mengalami kenaikan. Pasalnya, pembahasan mengenai perubahan tarif royalti ini masih dalam tahap finalisasi bersama Sekretariat Negara. "Saat ini masih pembahasan final dengan Setneg," tambahnya.

Sudah Sesuai Lapkeu Perusahaan

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno memastikan bahwa penyesuaian tarif royalti sendiri telah melalui kajian, termasuk perhitungan berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

"Tapi poinnya sudah, datanya sudah ada dan memang sudah kita excise. Tapi dari laporan keuangan yang selama ini dibuat oleh perusahaan, rasanya itu masih oke lah," ujar Tri dalam acara CNBC Indonesia Mining Forum di Jakarta, dikutip Jumat (21/3/2025).

Pemerintah tengah merevisi aturan terkait royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan untuk penerimaan negara.

Dua aturan yang tengah direvisi antara lain Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Pengusaha Protes

Tri Winarno membeberkan bahwa beberapa pengusaha telah mengajukan keberatan atas kenaikan tarif royalti ini.

Namun, hingga kini, pemerintah masih menunggu data yang lebih komprehensif mengenai dampak negatif yang dikhawatirkan oleh industri.

"Artinya begini, 'kami akan rugi', lho angka ruginya sebelah mana? Sedangkan kalau misalnya kami dari pemerintah kan laporan keuangan, kita exercise, dan tidak 1-2 perusahaan, minimal 10 untuk masing-masing klaster," ujar Tri dalam acara CNBC Indonesia Mining Forum di Jakarta, dikutip Jumat (21/3/2025).

Di komoditas mineral, beberapa komoditas yang akan mengalami kenaikan royalti antara lain nikel, bak bijih dan produk pengolahan, emas, timah, perak, hingga tembaga.

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, pemerintah berencana menaikkan tarif royalti bijih nikel menjadi 14%-19% dari saat ini 10%.

Menurutnya, perubahan tarif royalti akan semakin menekan para pelaku usaha, terutama di industri nikel.

Ia menilai, dengan rencana kenaikan tarif bijih nikel menjadi 14%-19%, Indonesia akan memiliki tarif royalti tertinggi apabila dibandingkan negara penghasil nikel lainnya.

"Jadi kita tarif royalti saat ini kan 10%. Akan ada kenaikan 14-19%. Ternyata dari seluruh negara penghasil nikel kita yang tertinggi yang 10%. Sebelum tambah yang 14-19%," kata Meidy, Senin (17/3/2025).

Menurut dia, di beberapa negara seperti Amerika Serikat, negara-negara Asia, Eropa, dan bahkan negara tetangga, tarif royalti bijih nikel lebih rendah dibandingkan Indonesia. Beberapa negara bahkan menerapkan royalti berbasis keuntungan (profit-based).

Di sisi lain, ia menyoroti bahwa para pelaku usaha nikel domestik juga sudah menghadapi berbagai kewajiban yang cukup membebani. Ditambah lagi, lanjutnya, harga nikel di pasar global tengah anjlok.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Royalti Nikel Bakal Naik Jadi 15%? Ini Jawaban ESDM

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular