AS Cabut dari Perjanjian Iklim Paris, RI Berada di Persimpangan Jalan
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa banyak negara yang dulu menginisiasi Paris Agreement atau perjanjian iklim Paris, saat ini justru mulai mundur dari komitmen tersebut. Salah satunya adalah Amerika Serikat (AS).
Bahlil menilai Indonesia saat ini berada di dalam sebuah persimpangan dalam hal pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Terutama dalam kontek Paris Agreement.
"Kebetulan saya baru balik juga dari India dengan Bapak Presiden. Sekarang ini kita lagi mengalami pada sebuah persimpangan terhadap energi dalam konteks Paris Agreement," ujar Bahlil dalam Raker bersama Komisi XII dikutip Kamis (6/2/2025).
Ia lantas menyoroti di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat telah mempertimbangkan untuk keluar dari komitmennya terhadap Paris Agreement, termasuk dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
"Tidak bisa dinaifkan bahwa memang Amerika di bawah pimpinan Presiden Trump ini sudah mulai mempertimbangkan tentang komitmen Paris Agreement yang salah satu diantaranya adalah energi baru-terbarukan ini," kata dia.
Bahlil menegaskan bahwa kemandirian energi Indonesia harus berbasis pada optimalisasi sumber daya dalam negeri, misalnya seperti batu bara.
Menurut dia, banyak negara di ASEAN, termasuk India dan China juga masih mengandalkan batu bara dan menerapkan strategi pencampuran (blending) dengan energi lain.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa transisi ke EBT harus dilakukan dengan mempertimbangkan keterjangkauan harga bagi masyarakat.
"Saya setuju itu. Dan di beberapa negara di ASEAN itu semuanya tidak memakai energi baru-terbarukan full. India, China itu masih memakai batu bara, blending mereka. Saya setuju tadi, kita akan dorong ke energi baru-terbarukan tapi harganya juga yang harus terjangkau dengan rakyat," ujarnya.
(pgr/pgr)