Internasional

Kekuatan Nuklir China Makin Ngeri, Siap-Siap Perang Dunia 3?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Kamis, 19/12/2024 21:30 WIB
Foto: Pusat Berita dan Komunikasi Tentara Pembebasan Rakyat China pada tanggal 26 September 2024, menunjukkan Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat China meluncurkan rudal balistik antarbenua yang membawa hulu ledak tiruan ke Samudra Pasifik, di lokasi yang dirahasiakan. (AFP/HANDOUT)

Jakarta, CNBC Indonesia - China dilaporkan memperluas kekuatan nuklirnya dan terus meningkatkan tekanan militer terhadap Taiwan. Hal ini terjadi saat Negeri Panda itu terus mengembangkan kerja samanya dengan Rusia.

Dalam sebuah laporan Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) yang dipaparkan seorang pejabat Pentagon, Rabu (18/12/2024), dijelaskan bahwa Beijing sedang berupaya mengembangkan kekuatan nuklir yang lebih beragam dan canggih secara teknologi. Sementara jumlah hulu ledak nuklir yang diharapkan terus tumbuh, China memperluas kemampuan penargetannya.

"Beijing akan mampu menyerang lebih banyak jenis target, menimbulkan kerusakan lebih besar, dan memiliki lebih banyak pilihan untuk beberapa putaran serangan balasan," kata pejabat Pentagon kepada The Associated Press.


Menurut laporan tersebut, yang memberikan penilaian tahunan AS atas kekuatan militer China dan diwajibkan oleh Kongres, Beijing memiliki lebih dari 600 hulu ledak nuklir operasional hingga Mei. Washington memperkirakan negara pimpinan Presiden Xi Jinping itu akan memiliki lebih dari 1.000 pada tahun 2030.

Namun, laporan tersebut juga mencatat bahwa serangkaian tuduhan korupsi baru-baru ini di dalam Komisi Militer Pusat China yang kuat, yang mengawasi Tentara Pembebasan Rakyat. Ini kemudian menghambat pertumbuhan militer Beijing dan dapat memperlambat kampanyenya untuk melakukan modernisasi.

"Dampaknya agak beragam karena walaupun ada kemajuan dalam beberapa program, China mengalami kemunduran dalam program-program lainnya."

Korupsi dalam PLA telah mengakibatkan setidaknya 15 pejabat tinggi digulingkan dalam perombakan besar lembaga pertahanan China. Salah satunya adalah yang melibatkan mantan Menteri Pertahanan Li Shangfu dan pendahulunya, Wei Fenghe.

"Gelombang korupsi ini menyentuh setiap layanan di PLA, dan mungkin telah mengguncang kepercayaan Beijing," tambah laporan itu.

Terkait Taiwan, laporan AS menunjukkan peningkatan kehadiran militer China di sekitar Taiwan, pulau berpemerintahan sendiri yang diklaim Beijing sebagai miliknya.

"Angkatan Laut China telah berada di wilayah tersebut lebih lama dan telah terjadi peningkatan penyeberangan ke zona identifikasi pertahanan udara pulau tersebut dan latihan militer besar-besaran di wilayah tersebut," tulis laporan itu.

Minggu lalu, pengerahan besar-besaran kapal angkatan laut dan penjaga pantai China di perairan sekitar Taiwan memicu kekhawatiran Taipei karena tampaknya China sedang melakukan simulasi blokade. Para pejabat mengatakan ada sebanyak 90 kapal yang terlibat dalam apa yang digambarkan Taiwan sebagai dua tembok.

Taiwan memisahkan diri dari China komunis pada tahun 1949 dan telah menolak tuntutan Beijing agar menerima penyatuan. China mengatakan akan melakukannya dengan kekerasan jika perlu, dan para pemimpin mengatakan mereka ingin siap melakukannya pada tahun 2027. Beijing juga menuntut agar Washington tidak ikut campur dalam masalah Taiwan, dengan alasan bahwa itu adalah masalah internal.

AS, di sisi lain, berkewajiban berdasarkan hukum domestik untuk membantu membela Taiwan dan memberinya senjata dan teknologi untuk mencegah invasi.

Sementara itu, mengenai Rusia, laporan itu mengatakan China telah mendukung perang Rusia melawan Ukraina dan menjual barang-barang dengan fungsi ganda kepada Rusia yang diandalkan oleh industri militer Moskow. Barang-barang dengan fungsi ganda dapat digunakan untuk keperluan sipil dan militer.

Beijing pun bereaksi dengan adanya hal ini. Juru Bicara Kedutaan China di Washington, Liu Pengyu, mengatakan laporan tahunan Pentagon tersebut dipenuhi dengan pemikiran 'Perang Dingin' dan mentalitas permainan zero-sum game, yang ditentang keras oleh China.

"China berpegang teguh pada strategi nuklir untuk membela diri, mengikuti kebijakan tidak menggunakan nuklir terlebih dahulu dan mempertahankan kemampuan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional," pungkasnya.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pasar Saham Taiwan Menguat, Dipacu Sentimen Tarif AS