Internasional

Menakar Masa Depan Pengaruh China di Suriah Usai Rezim Assad Tumbang

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
13 December 2024 21:00
Tentara menghadiri latihan militer strategis Vostok-2022
Foto: Tentara menghadiri latihan militer strategis Vostok-2022" (Timur 2022) di Moskow, Rusia, Kamis (1/9/2022). Latihan militer gabungan itu diikuti oleh negara-negara yang bersahabat dengan Rusia seperti China, Belarusia, India, Mongolia dan Suriah. Lebih dari 50.000 tentara dan lebih dari 5.000 unit peralatan militer, termasuk 140 pesawat dan 60 kapal, dilibatkan dalam latihan tersebut. (Photo by Russian Defense Ministry / Handout/Anadolu Agency via Getty Images)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - China dilaporkan memiliki peran dalam rezim Presiden Bashar al-Assad. Beijing diam-diam bersekutu dengan al-Assad melalui veto Dewan Keamanan PBB, investasi, hingga bantuan, tetapi tidak terlibat langsung dalam perang seperti Iran atau Rusia.

Saat China menjadi tuan rumah Asian Games ke-19 pada September 2023, Presiden Xi Jinping menyambut Assad di wisma tamu tepi danau yang indah di kota Hangzhou di bagian timur.

Saat Xi dan al-Assad keluar dari pertemuan mereka, China dan Suriah telah menjalin apa yang mereka sebut sebagai "kemitraan strategis".

Setahun kemudian, kemitraan itu mulai hancur, setelah kelompok pemberontak oposisi yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), menguasai ibu kota Suriah, Damaskus. Gerakan ini kemudian menggulingkan Assad, yang telah melarikan diri ke Rusia.

Sejak saat itu, China bersikap hati-hati dalam menanggapi perubahan cepat di Suriah. Pada Senin, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa "solusi politik" harus ditemukan di Suriah sesegera mungkin untuk memulihkan stabilitas.

Para analis menyebut penggulingan mendadak Assad memengaruhi China, tepat saat negara itu semakin berupaya memperluas jejaknya di Timur Tengah.

Jadi, seperti apa hubungan China dengan Suriah, dan bagaimana hubungan itu akan berubah dengan kepemimpinan baru di Damaskus? Berikut penjelasannya, seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (13/12/2024).

Hubungan China dengan Assad

Secara resmi, China masih malu-malu untuk memihak pada arah masa depan Suriah sejak runtuhnya rezim Assad.

"Masa depan dan takdir Suriah harus diputuskan oleh rakyat Suriah, dan kami berharap semua pihak terkait akan menemukan solusi politik untuk memulihkan stabilitas dan ketertiban sesegera mungkin," kata Mao Ning, juru bicara kementerian luar negeri China pada konferensi pers rutin pada Senin.

Namun, meskipun China tidak memiliki keterlibatan militer langsung dalam perang Suriah tidak seperti Iran dan Rusia, hubungan antara Damaskus dan Beijing terjalin erat saat Assad menjabat. Hubungan itu pun makin hangat.

Kunjungan pemimpin Suriah ke Hangzhou adalah perjalanan resmi pertamanya ke negara itu dalam hampir dua dekade. Selama perjalanan ini, China berjanji untuk membantu Assad dalam rekonstruksi Suriah setelah lebih dari satu dekade perang, pada saat pemimpin Suriah itu menjadi paria bagi banyak negara di seluruh dunia.

"Menghadapi situasi internasional yang penuh ketidakstabilan dan ketidakpastian, China bersedia untuk terus bekerja sama dengan Suriah, saling mendukung dengan tegas, mempromosikan kerja sama yang bersahabat, dan bersama-sama membela keadilan dan kewajaran internasional," kata Xi kepada al-Assad saat itu, menurut media pemerintah China.

Xi menambahkan bahwa hubungan antara kedua negara "telah bertahan dalam ujian perubahan internasional".

Perisai Diplomatik untuk Assad

China telah menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk memblokir rancangan resolusi yang mengkritik al-Assad pada 10 kesempatan. Itu dari 30 resolusi terkait perang Suriah yang diusulkan di DK PBB.

Pada Juli 2020, misalnya, Rusia dan China memveto rancangan resolusi untuk memperpanjang pengiriman bantuan dari Turki ke Suriah. Alasan di balik veto tersebut, menurut negara-negara tersebut, adalah karena hal itu melanggar kedaulatan Suriah dan bahwa bantuan tersebut harus didistribusikan oleh otoritas Suriah. Sebanyak 13 anggota yang tersisa memilih agar resolusi tersebut disahkan.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun menyalahkan sanksi sepihak terhadap Suriah karena memperburuk situasi kemanusiaan di negara tersebut. Sanksi tersebut telah dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Pada September 2019, Rusia dan China memveto rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Idlib, Suriah, yang merupakan kubu pemberontak.

Uang China di Suriah

China telah menjadi lebih dari sekadar kaki tangan Rusia di Suriah. Dalam dekade terakhir, China meningkatkan bantuan keuangannya ke Suriah, yang merupakan indikator dukungannya terhadap pemerintahan al-Assad.

Pada Desember 2016, pemerintah Suriah memperoleh kemenangan melawan pemberontak saat merebut kembali kota Aleppo. Hal ini menandai titik balik dalam strategi bantuan China, menurut konsultan risiko dan pembangunan independen yang berkantor pusat di Siprus, Center for Operational Analysis and Research (COAR).

Bantuan China untuk Suriah melonjak 100 kali lipat dari sekitar US$500.000 pada 2016 menjadi YS$54 juta pada tahun 2017, menurut laporan COAR. Pada Oktober 2018, China menyumbangkan 800 generator listrik ke Latakia, pelabuhan terbesar Suriah.

Beijing juga telah melakukan investasi besar jangka panjang dalam minyak dan gas Suriah - dengan total sekitar US$3 miliar.

Pada 2008, perusahaan petrokimia China, Sinopec International Petroleum Exploration and Production Corporation, mengakuisisi perusahaan Tanganyika Oil asal Kanada yang berkantor pusat di Calgary dalam kesepakatan senilai sekitar US$2 miliar. Tanganyika memiliki perjanjian bagi hasil produksi dengan Suriah dan memegang kepentingan operasi di dua properti Suriah.

Pada 2009, perusahaan multinasional milik negara China, Sinochem, membeli perusahaan eksplorasi minyak dan gas Inggris, Emerald Energy, yang beroperasi di Suriah, seharga US$878 juta.

Pada 2010, China National Petroleum Corporation (CNPC) menandatangani perjanjian dengan Shell untuk mengakuisisi 35 persen saham di unit Shell di Suriah.

Awal tahun ini, Menteri Listrik Suriah, Ghassan Al-Zamel, mengonfirmasi kontrak senilai 38,2 juta euro dengan perusahaan China untuk membangun pabrik fotovoltaik besar di dekat kota Homs di Suriah bagian barat, menurut publikasi yang berbasis di Berlin, The Syria Report.

Selanjutnya pada 2022, Suriah juga bergabung dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) Xi, jaringan jalan raya, pelabuhan, dan rel kereta api yang dibangun China, yang menghubungkan Asia dengan Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.

Investasi di Suriah sejak masuk ke BRI berjalan lambat, dan menghadapi ancaman sanksi sekunder AS, China telah menarik investasi dari beberapa proyeknya di Suriah dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, China telah menjadi sumber impor terbesar ketiga Suriah setelah Turki dan Uni Emirat Arab, menurut Observatory of Economic Complexity. Pada tahun 2022, ekspor China ke Suriah mencapai US$424 juta, didorong oleh kain, besi, dan ban karet.

Sementara ekspor Suriah ke China dapat diabaikan jika dibandingkan dan didominasi oleh sabun, minyak zaitun, dan produk nabati lainnya.

Efek Kejatuhan Assad Bagi China

Bagi China, "jatuhnya Assad memang merupakan hilangnya mitra diplomatik," kata William Matthews, seorang peneliti senior untuk Program Asia Pasifik di lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London.

"Pendekatan China secara keseluruhan di kawasan tersebut adalah keterlibatan yang pragmatis," imbuh Matthews.

Ia mengatakan bahwa meskipun HTS "tidak mungkin bersemangat untuk bekerja sama dengan China sebagai mitra dekat, China kemungkinan besar akan berusaha mempertahankan keterlibatan dengan pemerintah baru, termasuk dengan tujuan untuk mendapatkan peluang kerja sama".

Matthews menjelaskan bahwa keterlibatan China dengan Taliban di Afghanistan dapat memberikan perbandingan yang potensial "tetapi masih terlalu dini untuk mengatakannya secara pasti".


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Profil HTS, Pemberontak yang Kuasai Suriah & Bikin Presiden Assad Lari

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular