Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Senin (04/11/2024) melakukan perubahan susunan direksi dan komisaris PT Pertamina (Persero) melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Perubahan tersebut yaitu terkait pengangkatan Direktur Utama dan Dewan Komisaris yang akan memimpin Pertamina di masa mendatang.
RUPS menetapkan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama Pertamina, menggantikan Nicke Widyawati. Nicke merupakan salah satu sosok yang cukup bertahan lama menjabat sebagai Dirut Pertamina. Nicke bertahan menjadi Dirut Pertamina selama lebih dari 6 tahun lamanya.
Awalnya, Nicke diangkat sebagai Plt Dirut Pertamina pada April 2018 lalu, berdasarkan Surat Keputusan no. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : SK-97/MBU/04/2018, tanggal 20 April 2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan PT Pertamina.
Kemudian, pada 29 Agustus 2018, Nicke resmi ditetapkan menjadi Direktur Utama Pertamina secara permanen, menggantikan Elia Massa Manik. Ini ditetapkan melalui RUPS 29 Agustus 2018, dengan Salinan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : SK - 232/MBU/08/2018, tanggal 29 Agustus 2018, tentang Pengalihan Tugas, Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.
Nicke Widyawati merupakan lulusan Hukum Bisnis Universitas Padjadjaran (S2) tahun 2009 dan Teknik Industri ITB (S1) tahun 1991.
Sosok wanita yang baru saja dinobatkan sebagai salah satu Most Powerful Women dalam Fortune's Most Powerful Women 2024 ini memiliki pengalaman manajerial luar biasa di beberapa perusahaan ternama.
Menduduki jabatan eksekutif di berbagai tempat sejak tahun 2009, sebelum menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati dipercaya sebagai Direktur SDM Pertamina dan pernah menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero).
Nicke merupakan salah satu sosok Direktur Utama Pertamina yang mampu membuat perusahaan pelat merah ini bersaing dan mendapatkan tempat sejajar dengan perusahaan-perusahaan energi dunia lainnya.
PT Pertamina (Persero) terus konsisten menjadi bagian dari perusahaan global dalam 10 tahun terakhir. Terbukti, Pertamina kembali menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang mampu bersaing di jajaran perusahaan dunia pada peringkat 165 Fortune 500 Global.
Dengan pendapatan sebesar US$ 75,79 miliar pada 2023, Pertamina juga mampu menduduki peringkat ke-3 Fortune Asia Tenggara pada 2024 ini.
Bahkan, Pertamina dinobatkan sebagai perusahaan terbesar tahun 2023 dan berada di peringkat pertama dalam daftar Fortune Indonesia 100.
Dari sisi kinerja keuangan, Nicke berhasil sukses membawa peningkatan kinerja yang ciamik. Bahkan, pada 2023 Pertamina berhasil mencatatkan laba total sebesar US$ 4,77 miliar atau sekitar Rp 72,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.255 per US$). Perolehan laba tersebut naik 17% dibanding laba tahun 2022.
Tak hanya itu, transformasi organisasi Pertamina di bawah kepemimpinan Nicke Widyawati ini juga berhasil menumbuhkan aset Pertamina.
Empat tahun pasca restrukturisasi organisasi dan bisnis, pada periode 2020-2023 aset Pertamina tumbuh hingga 32%, menjadi US$ 91,1 miliar atau setara Rp1.390 triliun pada akhir tahun 2023.
Hal ini tentunya tak terlepas dari strategi dan legacy alias warisan nyata dari kepemimpinan Nicke Widyawati selama lebih dari 6 tahun menjabat sebagai Dirut Pertamina. Lantas, apa saja legacy dari kepemimpinan Nicke Widyawati? Berikut ulasan dari CNBC Indonesia, bersambung ke halaman berikutnya.
Warisan Kepemimpinan Nicke Widyawati Bagi Pertamina
Selama 6 tahun menjadi Direktur Utama Pertamina, banyak legacy alias warisan yang sudah disiapkannya untuk perusahaan pelat merah energi ini.
Selain kinerja keuangan yang makin cemerlang, setidaknya ada 10 warisan lainnya yang laihir di tangan Nicke Widyawati, berikut daftarnya:
1. Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium (RON 88) dihapus, gencarkan BBM RON 90 atau Pertalite
Pertamina mulai meniadakan BBM Pertalite dari SPBU sejak 1 Januari 2023, seiring dengan keputusan pemerintah. Namun Pertamina menggantinya dengan bensin yang lebih berkualitas dengan nilai oktan lebih tinggi yakni BBM Pertalite. Kini BBM Pertalite mendominasi penjualan BBM Pertamina.
Pada tahun 2024 ini diperkirakan penjualan BBM Pertalite mencapai 31,7 juta kilo liter (kl). Produk BBM Pertalite kini mendapatkan kompensasi dari pemerintah karena termasuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP).
Harga Pertalite masih diatur pemerintah yakni Rp 10.000 per liter, di bawah harga keekonomian, sehingga selisihnya dikompensasi oleh pemerintah.
2. Peningkatan Kapasitas Kilang BBM melalui Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Pembangunan Kilang Baru (New Grass Root Refinery), serta Peningkatan Kualitas BBM dan Pemrosesan Bahan Bakar Hijau (green refinery).
Proyek kilang juga menjadi salah satu capaian besar bagi kepemimpinan Nicke Widyawati. Sejumlah proyek dibangun dan sudah terealisasi hingga kini, antara lain Proyek Langit Biru Cilacap, pengambilalihan operasional Kilang Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, RDMP Balongan yang meningkatkan kapasitas olahan minyak sebesar 25 ribu barel per hari (bph) menjadi menjadi 150 ribu bph, Kilang Hijau atau Green Refinery di Kilang Cilacap dan Dumai, peningkatan kapasitas produksi petrokimia di Kilang TPPI, hingga proyek RDMP Balikpapan yang rencananya tuntas pada 2025 dan akan mengurangi impor BBM sebesar 100 ribu bph.
3. Ambil Alih Blok Migas Rokan
Setelah puluhan tahun Blok Rokan, Riau, dikelola oleh perusahaan asal Amerika Serikat, Chevron Pacific Indonesia, pada Senin, 9 Agustus 2021 lalu akhirnya blok migas tua RI pun jatuh ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pertamina melalui unit usaha PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengambil alih pengelolaan Blok Rokan sejak 3 tahun lalu.
Kini Blok Rokan merupakan produsen minyak terbesar RI dengan produksi sekitar 160-an ribu barel per hari (bph).
4. Subholding Integrated Marine Logistics Pertamina, PT Pertamina International Shipipng (PIS), Makin Ekspansif Jelajahi Rute Internasional.
Hingga awal November 2024 ini, tercatat sudah ada 65 rute internasional yang menjadi jalur pasar PIS. Kini PIS juga memiliki dua kantor perwakilan di Asia Pasifik (Singapura) dan Timur Tengah (Dubai) untuk memenuhi kebutuhan mitra pihak ketiga.
PIS juga berencana untuk ekspansi ke pasar Eropa dengan menjajaki pembukaan kantor perwakilan di benua tersebut. Dengan jangkauan pasar semakin luas, PIS semakin mantap menuju kapitalisasi pasar US$ 8,9 miliar pada 2034. Pada 2023 PIS tercatat mencapai US$ 3,33 miliar.
5. Merger PT PGN Tbk dan Pertagas
Pada 2018 PGN resmi menjadi anak usaha dan Subholding Gas PT Pertamina (Persero). Setelah menjadi Subholding Gas Pertamina, PGN pun resmi mengakuisisi PT Pertagas, melalui Sales Purchase Agreement/ SPA) pada 28 Desember 2018.
PGN dan Pertamina telah memutuskan mengikutsertakan 4 anak usaha Pertagas yakni PT Perta Arun Gas, PT Perta Daya Gas, PT Perta-Samtan Gas, dan PT Perta Kalimantan Gas dalam proses pengambilalihan saham Pertamina di Pertagas oleh PGN.
6. IPO PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi mencatatkan saham perdana ke publik (Initial Public Offering/ IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 25 Februari 2023.
7. Emisi Semakin Ditekan
Peringkat Risiko Environmental, Social, Governance (ESG) PT Pertamina (Persero) naik menjadi peringkat satu dunia dalam sub-industri Integrated Oil and Gas. Pertamina memimpin skor tertinggi dari 61 perusahaan dunia, berdasarkan peringkat dari Lembaga ESG Rating Sustainalytics.
Skor Pertamina per 1 Desember 2023 menjadi 20,7 (Medium Risk) atau naik dari sebelumnya 22,1 (Medium Risk). Adapun skor Sustainalytics yang lebih rendah mencerminkan tingkat risiko yang lebih baik.
Dengan peringkat dan skor yang dirilis pada Desember 2023 ini, Pertamina dinilai berada pada tingkat risiko Medium dalam mengelola risiko terkait faktor-faktor ESG.
Kemudian, pada Oktober 2024 lalu PGE juga berhasil meraih peringkat pertama ESG Risk Rating global oleh Sustainalytics dengan skor 7,1, yang tergolong "Negligible Risk" atau risiko yang dapat diabaikan. Prestasi ini menempatkan PGE sebagai perusahaan dengan risiko ESG terendah di sub-sektor energi terbarukan dan industri utilitas global.
8. Tekan Impor Solar dan Avtur
Melalui peningkatan pencampuran biodiesel, Pertamina berhasil menekan impor Solar sejak 2019 lalu. Begitu juga dengan avtur, sudah tak lagi impor sejak 2019 lalu.
9. Transformasi Organisasi
Pada awal 2018 Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk mengalihkan saham pemerintah sebesar 57,3% yang berada di PGN ke Pertamina. Pengalihan saham ini merupakan langkah awal pembentukan Holding BUMN Migas.
Lalu, pada 12 Juni 2020, resmi terbentuk 6 (enam) Subholding di bawah Pertamina, yaitu Subholding Upstream, Subholding Gas, Subholding Refinery and Petrochemical, Subholding NRE, Subholding Commercial and Trading, dan Subholding Integrated Marine Logistics. Proses pembentukan Subholding ini tuntas pada 1 September 2021 dengan penandatanganan dokumen legal.
10. Peluncuran Produk BBM Rendah Karbon
Pertamina resmi meluncurkan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax Green 95 pada Senin (24/07/2023), di SPBU MT Haryono, Jakarta. Peluncuran produk ini bentuk nyata perseroan untuk meningkatkan kualitas BBM, lebih ramah lingkungan, bahkan bisa mengurangi impor bensin.
Pertamina telah berhasil memproduksi bahan bakar pesawat jenis Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur.
Produksi dilakukan di Green Refinery Kilang Cilacap dengan campuran minyak sawit sebesar 2,4% berkapasitas 9.000 barel per hari (bph). Adapun bahan bakunya yaitu produk turunan sawit, Refined Bleach Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).