
'Ancaman' Halus Rusia untuk Trump, Bisa Bernasib Sama seperti JFK

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika Donald Trump terpilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat (AS) dan berupaya mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina dengan sungguh-sungguh, ia bisa saja mengalami nasib yang sama dengan John F. Kennedy. Hal tersebut disampaikan oleh mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.
Dalam sebuah unggahan di saluran Telegramnya pada Minggu (3/11/2024), Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, menulis bahwa Moskow tidak memiliki harapan yang tinggi terkait hasil pemilihan presiden AS pada Selasa mendatang.
Ia berpendapat bahwa "bagi Rusia, pemilihan tersebut tidak akan mengubah apapun, karena sikap kedua kandidat sepenuhnya mencerminkan konsensus bipartisan bahwa negara kita harus dikalahkan."
Menurut Medvedev, saat berkampanye, "Trump yang agak lelah" telah mengeluarkan "hal-hal yang biasa saja" mengenai prospek perdamaian bagi Ukraina, dan hubungannya yang seharusnya baik dengan para pemimpin dunia.
Namun, jika terpilih, Republikan tersebut "akan dipaksa untuk mematuhi semua aturan sistem," dan akan "tidak dapat menghentikan perang. Tidak dalam sehari, tidak dalam tiga hari, tidak dalam tiga bulan."
"Dan jika ia benar-benar mencoba untuk [mengakhiri konflik Ukraina], ia bisa menjadi JFK yang baru," kata Medvedev, seperti dikutip RT. Adapun John F. Kennedy merupakan presiden AS ke-35 yang tewas dibunuh pada tahun 1963.
Ia juga berpendapat bahwa hubungan antara Washington dan Moskow kemungkinan akan tetap tegang terlepas dari siapa yang menang dalam pemilihan presiden AS.
Sementara untuk Harris, pejabat Rusia itu menilainya sebagai "bodoh, tidak berpengalaman [dan] mudah dikendalikan." Medvedev menuduh bahwa jika terpilih, dia hanya akan menjadi boneka, sementara pejabat lain dan anggota keluarga mantan Presiden Barack Obama memegang kendali.
Dalam wawancara eksklusif dengan RT awal minggu ini, Medvedev menyatakan bahwa "jika negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, memiliki cukup fleksibilitas dan kebijaksanaan untuk membuat perjanjian keamanan dengan Rusia, tidak akan ada operasi militer khusus [di Ukraina]."
Dia mengatakan bahwa AS dan sekutunya gagal menyadari hal ini tepat waktu karena "mereka terbiasa mengintimidasi semua orang agar tunduk," dan beroperasi "berdasarkan prinsip keistimewaan Amerika dan keutamaan kepentingan AS."
Selama masa kampanye, Trump telah berulang kali berjanji untuk mengakhiri pertumpahan darah di Ukraina dalam waktu singkat jika terpilih. Namun, ia belum memberikan rincian apa pun. Saingannya dari Demokrat, Kamala Harris, telah menyatakan bahwa Trump pada dasarnya akan memaksa Kyiv untuk menyerah.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siaga PD 3 'Sejengkal' Lagi, Sahabat Putin Kode Barat Deklarasi Perang
