
Keras! Kemenperin Beberkan Dosa Permendag No 8/2024 ke Manufaktur RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali secara gamblang menyalahkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menimbulkan pukulan beruntun bagi sektor manufaktur RI.
Bukan kali ini saja Kemenperin menyalahkan Permendag No 8/2024. Sebelumnya Kemenperin juga telah mengeluhkan diterbitkannya Permendag No 8/2024.
Seperti diketahui, S&P Global merilis, data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur RI bulan Oktober 2024. Yang menunjukkan PMI Manufaktur terkontraksi ke level 49,2 pada Oktober 2024.
Meski PMI ini tidak ada perubahan dibandingkan September 2024, namun memperpanjang masa kontraksi manufaktur RI, sehingga menjadi 4 bulan berturut-turut. Yakni, Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).
"Jadi, kami mempertanyakan pernyataan Menteri Perdagangan bahwa Permendag No 8/2024 bertujuan melindungi industri dalam negeri, terutama industri tekstil. Fakta yang terjadi justru sebaliknya," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resmi, Jumat (1/11/2024).
"Permendag No 8/2024 tidak mensyaratkan Pertek (Pertimbangan Teknis) atau rekomendasi untuk mengimpor barang jadi ke pasar domestik Indonesia. Akibatnya, semua produk TPT (tekstil dan produk tekstil), terutama produk jadi, dibukakan pintu impor seluas-luasnya oleh kebijakan tersebut," lanjutnya.
Febri mengatakan, selama belum ada kebijakan yang signifikan untuk mendukung sektor manufaktur dan melindungi pasar dalam negeri, sektor manufaktur RI bakal terus kontraksi. Kebijakan dimaksud adalah revisi atas Permendag No 8/2024.
"Kementerian Perindustrian tidak kaget bila PMI manufaktur Indonesia terus kontraksi. PMI Indonesia bulan Oktober 2024 oleh S&P Global merupakan bukti konkret dampak Permendag 8/2024," ujarnya.
Permendag No 8/2024, ujar Febri, telah membuka pintu masuk selebar-lebarnya bagi barang impor, dalam hal ini produk jadi. Barang-barang tersebut membanjiri pasar Indonesia.
"Dari 518 kode HS kelompok komoditas yang direlaksasi impornya dalam kebijakan tersebut, hampir sebagian besar, yakni 88,42 persen atau 458 komoditas, merupakan kode HS barang jadi yang sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri," tukasnya.
"Pemberlakuan Permendag No 8/2024 merupakan salah satu penyebab menurunnya kinerja manufaktur. Karena pasar domestik Indonesia dibanjiri oleh produk jadi impor. Permendag No 8/2024 menghilangkan aturan penerbitan Pertek dari Kementerian Perindustrian untuk produk pakaian jadi," ucap Febri.
Kemenperin, ujarnya, tidak bisa bertindak sendiri dalam menjaga iklim yang kondusif bagi industri dalam negeri. Sementara, tukasnya, industri harus terus tumbuh dan menjadi tulang punggung untuk pencapai target pertumbuhan ekonomi 7-8%, seperti yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Kebijakan Kementerian/Lembaga lain sangat menentukan kinerja manufaktur. Kami meminta pada Kementerian/Lembaga lain menurunkan ego sektoral masing-masing untuk melindungi industri manufaktur dalam negeri," ujarnya.
"Kemenperin sudah meng-exercise semua tugas Pokok dan Fungsi kami sebagai Pembina Industri demi mendongkrak pertumbuhan industri, guna mencapai pertumbuhan ekonomi 7-8 persen. Kami mengharapkan Kementerian/ Lembaga yang memiliki kebijakan terkait sektor manufaktur bisa bersinergi dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang berdampak positif bagi pertumbuhan sektor industri," cetusnya.
Dia menyayangkan sikap Kementerian/ Lembaga yang justru menolak upaya Kemenperin dalam membantu manufaktur nasional.
"Salah satu kebijakan dari K/L lain yang juga dibutuhkan dan mendesak saat ini oleh Kemenperin dan industri adalah pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi," katanya.
Menurutnya, Kemenperin sudah mengusulkan BMTP pakaian jadi dan dibahas di Bandung beberapa waktu lalu.
"Namun Kementerian/Lembaga terkait masih menolak usulan tersebut. Sektor industri benar-benar membutuhkan perlindungan pada pasar produk jadi atau produk hilir. Sehingga perlu segera ada tindakan nyata agar industri manufaktur bisa bertahan," pungkas Febri.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Hadapan DPR, Kemenperin Tuding Kemendag Asal Terbitkan Izin Impor
