ESDM Temukan Lapangan Migas Baru yang Bisa Produksi LPG

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Jumat, 11/10/2024 18:00 WIB
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa terdapat penemuan lapangan gas yang mempunyai potensi kandungan campuran Propana (C3) dan Butana (C4). Adapun C3 dan C4 sendiri merupakan bahan baku dalam pembuatan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan bahwa saat ini Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah menghitung keekonomian dari lapangan migas tersebut.

"Ada, sedang dihitung keekonomiannya oleh SKK Migas dan Dirjen Migas," ucap Agus ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/10/2024).


Agus menjelaskan bahwa tidak semua lapangan gas memiliki kandungan C3 dan C4. Sebab, setiap lapangan migas mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

"Karakteristik gas dari setiap lapangan itu berbeda-beda. Dan kita sudah pegang itu. Jadi dievaluasi dengan Lemigas. Mana sih lapangan gas yang masih mempunyai kandungan C3 dan C4," katanya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Indonesia masih bisa meningkatkan produksi LPG di dalam negeri. Hal ini bisa menjadi upaya untuk menekan impor LPG dari luar negeri.

Bahlil menyebut, Indonesia masih memiliki potensi sumber LPG yakni dari jenis gas C3 (Propana) dan C4 (Butana) hingga 2 juta ton per tahun untuk bisa mendongkrak produksi LPG dalam negeri.

"Setelah saya deteksi lagi, ternyata masih ada kurang lebih sekitar 2 juta (ton) dari informasi dari SKK Migas yang bisa dikonversi menjadi LPG," jelas Bahlil dalam acara Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas 2024, di Hotel Luwansa, Jakarta, dikutip Selasa (8/10/2024).

Bahlil memaparkan, saat ini produksi LPG dalam negeri terhitung masih minim, yakni sebesar 1,7 juta ton dari kebutuhan sekitar 8 juta ton per tahun. Sedangkan untuk bisa memenuhi kebutuhan LPG RI, impor LPG masih menjadi andalan Indonesia yang mencapai 7 juta ton per tahun.

Rendahnya produksi LPG dalam negeri saat ini, kata Bahlil, disebabkan oleh jenis gas C3 dan C4 sebagai bahan produksi LPG yang harganya tidak kompetitif di Indonesia. Bahlil bilang, harga gas di Indonesia berada di bawah faktor penentu harga LPG dunia yakni harga acuan Saudi Aramco Contract Price.

"(Produksi LPG) ternyata harus ada C3, C4, saya juga nggak ngerti C3, C4 itu apa, ada C3, untung aja tidak ada C5," tambahnya.

Dengan begitu, kata Bahlil, potensi yang ada di dalam negeri, seharusnya Indonesia bisa memproduksi LPG lebih tinggi untuk mengurangi jumlah impor.

Hal itu juga sejalan dengan program pemerintahan Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto, yang mana akan memanfaatkan sumber gas dalam negeri yang dinilai harganya lebih ekonomis.

"Saya katakan Insya Allah ke depan kalau pak Prabowo punya program kedaulatan energi, kami akan sarankan agar segera membangun industri LPG dalam negeri, memanfaatkan bahan baku yang ada di negara kita dengan harga yang ekonomis," imbuhnya.

"Jangan (menggunakan) harga Aramco contoh US$ 600 (per ton), (ditambah) transport US$ 50, berarti kan US$ 650. (Sedangkan) industri dalam negeri dibelinya harga di bawah US$ 600, gak fair menurut saya, malah saya melihat ada apa dibalik ini," tandasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Duh! Lifting Migas RI Semester I-2025 Tak Capai Target