
Bahlil Temukan Jurus Biar Produksi LPG RI Naik, Begini Caranya

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan bahwa dirinya menemukan cara agar Indonesia bisa meningkatkan produksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) di dalam negeri.
Awalnya, Bahlil menyebutkan bahwa saat ini konsumsi LPG dalam negeri mencapai 8 juta ton per tahun, sedangkan produksi LPG di Indonesia hanya sebesar 1,7 juta ton per tahun. Sisanya, Bahlil bilang Indonesia harus mengimpor 6-7 juta ton LPG per tahun.
"Kita juga menjadi, khususnya gas LPG, kita juga dalam kondisi yang memprihatinkan karena konsumsi (LPG) kita sekarang 8 juta ton per tahun, kapasitas produksi cuma 1,7 juta ton. Jadi, kita impor (LPG) 6-7 juta ton," beber Bahlil dalam acara Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas 2024, di Hotel Luwansa, Jakarta, dikutip Selasa (8/10/2024).
Bahlil menyebut, rendahnya produksi LPG dalam negeri ini karena jenis kandungan hidrokarbon sebagai komponen pembentuk LPG yang ada di lapangan minyak dan gas (migas) dalam negeri, yakni C3 (Propana) dan C4 (Butana), harganya tidak kompetitif.
Bahlil membandingkan, harga gas di Indonesia jauh di bawah faktor penentu harga LPG dunia yakni harga acuan Saudi Aramco Contract Price.
Padahal, lanjutnya, bila potensi di dalam negeri ini dioptimalkan, maka RI masih mampu menaikkan produksi LPG hingga 2 juta ton lagi, sehingga bisa menekan impor.
"(Produksi LPG) ternyata harus ada C3, C4, saya juga nggak ngerti C3, C4 itu apa, ada C3, untung aja tidak ada C5. Tapi setelah saya deteksi lagi, ternyata masih ada kurang lebih sekitar 2 juta (ton) dari informasi dari SKK Migas yang bisa dikonversi menjadi LPG. Kenapa tidak dilakukan? Saya dapat informasi harganya tidak kompetitif," beber Bahlil.
Bahlil mengungkapkan, sejalan dengan program pemerintahan Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto, pihaknya akan menyarankan untuk penambahan industri LPG di Indonesia dengan memanfaatkan sumber gas dalam negeri.
"Saya katakan Insya Allah ke depan kalau Pak Prabowo punya program kedaulatan energi, kami akan sarankan agar segera membangun industri LPG dalam negeri, memanfaatkan bahan baku yang ada di negara kita dengan harga yang ekonomis," imbuhnya.
"Jangan (menggunakan) harga Aramco contoh US$ 600, (ditambah) transport US$ 50, berarti kan US$ 650. (Sedangkan) industri dalam negeri dibelinya harga di bawah US$ 600, gak fair menurut saya, malah saya melihat ada apa dibalik ini," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro pernah mengungkapkan pihaknya saat ini tengah melakukan upaya-upaya peningkatan produksi gas nasional, baik itu pemanfaatan gas alam cair atau LNG dan juga peningkatan produksi LPG.
Wiko membeberkan, setidaknya terdapat beberapa bahan baku yang dapat dijadikan sebagai produk LPG. Misalnya sumber gas yang mempunyai kandungan campuran Propana(C3) dan Butana (C4).
Namun demikian, Wiko mengakui bahwa keberadaan sumber gas yang mempunyai kandungan C3 dan C4 di lapangan migas yang dioperasikan perusahaan cukup terbatas. Kemudian sumber bahan baku yang lainnya yakni sebagai bagian dari salah satu produk kilang Pertamina.
"Sebetulnya ada dua source ya, yang pertama dari sumber gas alam langsung dari natural gas yang mengandung propane butane C3 C4 itu. Ada beberapa yang memang masih bisa kita maksimalkan untuk dijadikan produksi LPG. Selain itu juga dari kilang sebagai bagian dari produk Kilang juga bisa menghasilkan LPG juga," kata Wiko di Jakarta beberapa waktu lalu.
Asal tahu saja, berdasarkan Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2023, konsumsi LPG pada 2023 menembus 8,7 juta ton dari 2013 yang hanya mencapai 5,6 juta ton atau naik 55,35% dalam satu dekade terakhir.
Sayangnya, peningkatan konsumsi tak diimbangi dengan naiknya produksi di dalam negeri. Justru, produksi LPG di dalam negeri mengalami penurunan yakni dari 2,01 juta ton pada 2013 menjadi 1,97 juta ton pada 2023 atau turun 2% dalam satu dekade terakhir.
Indonesia cenderung melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi LPG yang melesat 111% dari 3,3 juta ton pada 2013 menjadi 6,95 juta ton pada 2023.
Dengan begitu, dominasi impor LPG pun terus merangkak naik setiap tahunnya dari yang sebelumnya 58,82% pada 2013 menjadi 79,8% pada 2023. Hal ini semakin menegaskan bahwa Indonesia sangat bergantung dengan impor untuk memenuhi kebutuhan LPG.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article ESDM Temukan Lapangan Migas Baru yang Bisa Produksi LPG