Pengetatan Pengguna BBM Bakal Jalan di Era Prabowo? Ini Kata Bahlil

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Kamis, 10/10/2024 13:00 WIB
Foto: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendampingi pengusaha batu bara menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/10/2024). (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa aturan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar Subsidi masih dalam pembahasan.

Menurut dia, pihaknya hingga saat ini masih mematangkan aturan tersebut dan tak ingin terburu-buru dalam proses penyusunannya. Mengingat dampak yang ditimbulkan dengan adanya penerapan ini cukup luas.

"Aturannya sampai sekarang kita masih matangkan, kan tidak boleh terlalu terburu-buru. Karena kita harus tahu dampak ketika diimplementasikan di tingkat nelayan, petani Kita lagi uji coba-coba terus," kata Bahlil.


Oleh sebab itu, ia belum dapat memastikan apakah penerapan BBM subsidi tepat sasaran ini akan diterapkan di era pemerintahan Joko Widodo atau Prabowo Subianto. "Aturannya sudah hampir final tapi apakah nanti di zamannya Pak Jokowi atau Pak Prabowo itu cuma persoalan waktu saja," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov memperingatkan bahwa apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak segera menerapkan kebijakan subsidi BBM yang tepat sasaran, maka beban subsidi yang besar akan diwariskan kepada pemerintahan mendatang.

Menurut dia, kebijakan subsidi BBM yang terbuka saat ini dinilai tidak efisien dan bisa menambah tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama di tengah risiko volatilitas harga minyak mentah global.

"Jadi kalau pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas untuk melakukan perubahan kebijakan subsidi tertutup ini pasti akan menjadi beban bagi APBN ke depan ya," kata Abra dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Kamis (26/9/2024).

Abra mengingatkan pada 2022, ketika terjadi lonjakan harga minyak dunia, pemerintah masih bisa melakukan manuver fiskal dengan memperlebar defisit APBN lebih dari 3% terhadap PDB. Langkah ini memungkinkan pemerintah menambah subsidi dan kompensasi energi hingga lebih dari Rp 500 triliun.

Namun, di masa mendatang, pemerintah harus kembali disiplin secara fiskal dan tidak lagi memiliki fleksibilitas seperti itu. Oleh karena itu, Abra menegaskan bahwa tantangan besar menanti pemerintahan berikutnya.

Ia menilai jika persoalan subsidi energi tidak segera ditangani di masa pemerintahan Jokowi, maka masalah ini akan menjadi beban berat bagi pemerintahan Prabowo. Langkah tegas dalam menutup kebijakan subsidi terbuka menjadi sangat mendesak untuk menghindari dampak negatif terhadap keuangan negara di masa depan.

"Di tahun-tahun berikutnya kita sudah harus kembali konsisten terhadap disiplin fiskal kita, PR Pak Prabowo sangat besar di pemerintahan mendatang jangan sampai persoalan subsidi, kebijakan subsidi energi ini menjadi beban tambahan bagi pemerintahan mendatang," kata dia.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ini Dia Sumber Uang hingga Target Bisnis Koperasi Merah Putih