Ada Aturan Baru Kontrak Bagi Hasil Migas, Ini Reaksi Pengusaha RI

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
08 October 2024 20:50
Kilang minyak
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (ASPERMIGAS) Moshe Rizal mengakui bahwa saat ini pemerintah tengah berupaya untuk memperbaiki iklim investasi migas. Salah satunya dengan melakukan penyesuaian aturan investasi agar lebih fleksibel dengan skema kontrak bagi hasil Gross Split baru.

Meski begitu, apa yang diinginkan oleh para investor tidak hanya sebatas itu. Mereka menginginkan sebuah contract sanctity alias kesucian kontrak terhadap kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.

"Pemerintah sudah mulai lebih fleksibel. Apa yang istilahnya diminta, diinginkan oleh investor-investor. Hanya tadi saya setuju contract sanctity. Karena kontrak tersebut adalah sebenarnya levelnya itu di level undang-undang," kata Moshe dalam cara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (8/10/2024).

Moshe menilai bahwa skema Kontrak Gross Split yang baru memang memberikan kepastian hukum lebih bagi Menteri ESDM untuk memberikan porsi bagi hasil hingga 95% kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Namun sebelumnya, bahkan tanpa aturan ini, Menteri ESDM sejatinya sudah memiliki hak untuk memberikan hingga 100% bagi hasil kepada KKKS.

"Tadi dibilang oh bisa sampai 95% (bagi hasil migas untuk kontraktor). Sebenarnya sebelum ada Permen yang baru ini pun juga Menteri sudah mempunyai hak untuk memberikan 100% ke K3S. Itu sudah ada sebenarnya. Cuma hanya ini memberikan kepastian bagi si Menteri. Jangan sampai si Menteri, Pak Menteri disalahkan apa bagaimana," katanya.

Ditambah lagi, pemberian 100% bagi hasil kepada KKKS bukan berarti pemerintah tidak mendapat apa-apa. Pemerintah tetap memperoleh pajak yang tinggi dari industri migas, yang bahkan bisa mencapai 40%.

Pajak tersebut meliputi berbagai komponen seperti pajak kantor cabang (branch office) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang meskipun asetnya dimiliki pemerintah tapi tetap dibebankan kepada KKKS.

"Bayangkan PBB itu adalah pajak sebenarnya yang belikan asetnya bukan aset kita. Yang beli kita tapi kita yang bayar PBB-nya. Asetnya milik pemerintah. Seharusnya pemerintah dong yang bayar PBB. Kenapa mesti kita? Lucu kan? Hal-hal seperti itu bisa membuat keekonomian akhirnya mengecil," ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa meskipun ada komponen-komponen pajak yang dikurangi dalam skema baru, tetap ada kompleksitas dalam perhitungan keekonomian lapangan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi biaya operasi.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan regulasi baru untuk menarik investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas).

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.

Selain itu, Kementerian ESDM juga merilis Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan bahwa perubahan aturan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi para kontraktor migas, terutama yang menggarap lapangan-lapangan dengan tantangan teknis yang cukup tinggi.

"Intinya adalah Untuk memberikan fairness. Untuk lapangan yang sulit. Setiap ada usaha, upaya dihargai dengan Split itu tetap fungsinya adalah yang fair," ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (4/10/2024).

Terpisah, Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto menjelaskan aturan ini hadir sebagai respons atas kebutuhan kontraktor untuk mendapatkan kepastian bagi hasil yang lebih kompetitif, yang kini dapat mencapai 75-95%.

Adapun, dalam kontrak gross split sebelumnya, bagi hasil kontraktor bisa sangat variatif, bahkan dalam beberapa kasus mencapai nol persen.

"Kepastian 75-95% bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0%, itu kita koreksi," ujar Ariana, Selasa (1/10/2024).

Selain memberikan kepastian bagi hasil yang lebih tinggi, regulasi baru ini juga dirancang untuk menarik investasi di Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional, dengan kontraktor berpotensi menerima bagi hasil sebesar 93-95% di awal masa kontrak, seperti yang diterapkan di WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Dalam aturan baru ini, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter, agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada 'New Gross Split' di Hulu Migas, SKK Migas Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular