Waspada Mpox Mematikan di RI, Ini Kata Mantan Direktur WHO

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
29 August 2024 19:29
Telapak tangan pasien kasus cacar monyet dari Lodja, sebuah kota yang terletak di dalam Zona Kesehatan Katako-Kombe, terlihat selama penyelidikan kesehatan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1997. (via REUTERS/CDC)
Foto: Telapak tangan pasien kasus cacar monyet dari Lodja, sebuah kota yang terletak di dalam Zona Kesehatan Katako-Kombe, terlihat selama penyelidikan kesehatan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1997. (via REUTERS/CDC)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mpox atau cacar monyet menjadi perhatian banyak pihak. Pasalnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Mpox sebagai darurat kesehatan global atau public health emergency of international concern (PHEIC).

Meski begitu, ada tiga alasan ilmiah mengapa Mpox ini tidak akan menjadi pandemi seperti Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Tjandra Yoga Aditama, direktur pascasarjana Universitas Yarsi sekaligus mantan direktur penyakit menular WHO di Asia Tenggara.

Tjandra menyebut jika melihat dari kacamata WHO, penyakit yang penularannya cukup masif akan dimasukan ke kategori Disease Outbreak News (DONs). Sementara jika penyakit tersebut semakin menyebar tidak terkendali, WHO akan mengkategorikannya sebagai public health emergency of international concern, seperti yang terjadi kepada Mpox saat ini.

Namun, kata Tjandra, pernyataan public health emergency of international concern untuk Mpox ini bukan pertama kalinya dikeluarkan WHO. Ini pernah dinyatakan pada tahun 2022 lalu.

"Saat itu, dunia terus bergerak dan pernyataan public health emergency of international concern untuk Mpox ini akhirnya dicabut. Ini artinya penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik, sehingga pernyataan tersebut selesai dicabut pada 2023," katanya dalam press briefing, Kamis (29/8/3034).

"Dengan kata lain, walaupun sekarang ada pernyataan public health emergency of international concern untuk Mpox lagi, kalau kita melakukan berbagai upaya pencegahan, maka kita tentu berharap pernyataan WHO tersebut dapat dicabut dan masalahnya tidak akan berkembang menjadi lebih besar," tambahnya.

Tjandra juga menyoroti penularan Mpox yang berbeda dengan Covid. Cara penularan Mpox dari kontak langsung kulit ke kulit, berbeda dengan penularan Covid yang melalui percikan air liur dari batuk dan bersin, sehingga jauh lebih menular.

"Jadi kasus-kasus Mpox yang saat ini terjadi di Afrika karena kontak erat kulit ke kulit, baik melalui kontak seksual maupun anak-anak yang tidur di kasur yang sama," ujarnya.

"Karena cara penularannya tidak terlalu cepat seperti Covid, maka kami memperkirakan Mpox tidak akan menjadi pandemi besar seperti Covid-19, kalau situasi penularannya masih seperti ini," lanjutnya.

Terakhir, Tjandra juga membicarakan masalah vaksin dan obat antivirus penyakit Mpox. Berbeda dengan vaksin Covid yang baru ditemukan satu tahun setelah virus muncul, vaksin Mpox saat ini sudah ada tiga buah meski penyakitnya belum menjadi pandemi.

"Untuk Mpox, meski belum dinyatakan sebagai pandemi tapi penyakit ini sudah memiliki tiga vaksin di dunia. Vaksin ini datang dari Jepang, Denmark, dan Amerika Serikat (AS). Situasi ini sudah pasti berbeda dengan Covid-19," ungkapnya.

"Begitu juga dengan obat. Berbeda dengan Covid, Mpox sudah memiliki obat antivirus yang sudah digunakan di dunia. Tentu obat tidak dapat menyembuhkan penyakit 100% karena virus dapat berkembang," tutupnya.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article WHO Umumkan Wabah Mpox alias Cacar Monyet Darurat Kesehatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular