
Simak! Ini PR Industri Kosmetik di Tanah Air

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetik Indonesia, Solihin Sofian mengungkap bahwa industri kosmetik Indonesia memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk bisa terus bertumbuh. Salah satunya terkait ekosistem.
"Kita hanya membangun pabrik kosmetik, namun kita tidak membangun ekosistem kosmetik," kata Solihin dalam CNBC Indonesia Beauty Journey Special, Selasa (27/8/2024).
Selain itu, hingga saat ini industri juga belum kuat dalam penemuan bahan baku dasar untuk kosmetik, sehingga ketahanan baku pelaku pasar masih lemah dan mengandalkan import. Permasalahan lainnya yaitu, industri kosmetik juga masih kalah dalam hal teknologi.
"Dalam hal teknologi, kita di belakang, mereka duluan apalagi sekarang ada platform digital, kita ketinggalan jauh, di online dan offline," tegas Solihin.
Tidak berhenti di situ, menurut Solihin kosmetik Indonesia belum punya wajah sendiri atau tema sendiri. Padahal Indonesia kaya akan bahan baku yang belum dieksplorasi.
"Banyak yang belum dieksplorasi padahal itu bisa menjadi keunggulan. Bahkan kalau kita mau jago kandang dahulu pun tidak apa-apa, namun harus dikembangkan," kata Solihin.
Solihin juga menyoroti Indonesia sebagai negara dengan masyarakat muslim terbesar yang seharusnya juga bisa dimanfaatkan, misalnya dengan kosmetik halal. Dan seharunya, Indonesia bisa menjadi kiblat negara lain dengan keunikan sendiri.
"Kita harus menggencarkan TKDN agar biaya logistik dan banyak hal bisa turun. Selain itu kita juga harus bisa mengedukasi masyarakat agar mendukung dan melekatkannya pada industri fashion," pungkas Solihin.
Pada kesempatan yang sama, Founder and CEO AVO Innovation Technology Anugrah Pakerti mengakui bahwa gempuran produk impor saat ini sangat mengkhawatirkan, khususnya produk kosmetik dari China. Hal ini juga didukung oleh kemajuan teknologi, seperti platform e-commerce yang terus berkembang setelah adanya Pandemi Covid-19.
Disisi lain, saat ini banyak brand-brand lokal dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari sisi pemasaran masih banyak menggunakan cara-cara tradisional.
"Jika dibandingkan dengan 3 tahun lalu dalam periode transisi pandemi dan setelah pandemi, lompatan barang dari luar sangat signfikan. Ini menjadi tekanan dari brand lokal. Ini membuat resah semuanya," kata Anugrah.
Padahal lanjutnya, jika dilihat pada 2020 sampai 2022, masyarakat sangat terbantu dengan menjamurnya brand lokal, karena ada pembatasan perdagangan internasional.
Namun begitu pasar kembali dibuka serta didukung dengan plataform yang menjadi opsi bagi para pemain, hal ini membuat pasar brand lokal malah tertekan.
"Terlebih pasar Indonesia besar. Kalau kita lihat transaksi tumbuh terus, kemudian dari digital platform yang mudah dilihat sudah menunjukkan adanya sifting," terangnya.
Melihat kondisi tersebut kata Anugrah, perlu strategi dan juga dukungan yang sangat kuat dari pemerintah agar produk-produk UMKM RI bisa memiliki daya saing kuat.
"Butuh urgensi pengambilan keputusan jangka pendek. Kami dari perwakilan brand, konteks di scope itu bukan perusahaan UMKM, ketika diakumulasi mungkin bisa memegang 10-15% beauty and personal care. Ketika ada pergeseran demand dari lokal ke luar akan menyebabkan banyak yang terjadi dalam waktu singkat," jelasnya.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bikin Resah! Produk Kosmetik Asal China Banjiri E-Commerce