Pemerintah Pelototi Konsumsi Gula, Garam-Lemak, Ini Kata Bos Pengusaha

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
23 August 2024 17:10
Ketua Umum APINDO, Shinta Widjaja Kamdani saat ditemui di kantor APINDO, Jakarta, Jumat (23/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Ketua Umum APINDO, Shinta Widjaja Kamdani saat ditemui di kantor APINDO, Jakarta, Jumat (23/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Melalui aturan ini, pemerintah berencana memungut cukai dan pelarangan iklan, promosi, serta sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu, untuk produk-produk pangan olahan yang melebihi batas gula, garam, lemak tersebut.

Rencana cukai ini juga tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, penerapan cukai dilakukan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat. Menurut dia, hal tersebut penting mengingat dampak konsumsi gula pada kesehatan.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani menilai, pemungutan cukai dan pelarangan iklan dan promosi ini akan memberikan multiplier effect pada ruang gerak pelaku usaha pangan olahan, dalam menjalankan usaha dan menjangkau konsumen sebagai target market dari produknya.

"Kalau cukai naik, harganya juga akan naik, daya beli masyarakat bisa turun, dan ketika permintaan turun bisa berdampak kepada produksi. Dan jika berkepanjangan, akan berdampak pula kepada permintaan produksi dan pengurangan tenaga kerja," kata Shinta dalam Konferensi Pers di kantor Apindo, Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Pasalnya, lanjut dia, industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor strategis penyumbang penopang ekonomi nasional, di mana makanan minuman menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) industri nonmigas sebesar 39% dan 6,55% terhadap PDB nasional.

Menurutnya, menentukan batas maksimal GGL atau gula, garam, lemak di produksi pangan olahan saja tidak serta merta bisa menurunkan angka penyakit yang disebabkan oleh GGL yang tinggi.

"Jadi dalam diskusi kami dengan Menteri Kesehatan (Menkes), kami akan membuka ruang untuk konsultasi lebih lanjut. Saat ini kami harapkan untuk aturan turunannya itu kami lebih dilibatkan. Jadi konsultasi ini bisa berjalan. Dan kami juga sudah melibatkan semua asosiasi," ujarnya.

Meski demikian, Shinta mengaku pihaknya mengerti akan tujuan pemerintah dalam mengeluarkan aturan PP Kesehatan. Namun, menurutnya, pemerintah tetap harus melihat apakah benar aturan ini berdampak signifikan dalam membantu menurunkan angka penyakit yang disebabkan oleh GGL tersebut.

"Nah ini dasar kami sekarang sedang menyiapkan hasil data-data, karena kami melihat pada akhirnya kita mesti tunjukkan gitu loh, sebenarnya apa sih pengaruhnya itu, apakah benar bisa membantu," kata dia.

"Juga yang kami mau garisbawahi adalah aspek pendidikannya. Kemarin dari Kemenkes juga sedang melihat dari segi mau pakai labeling, labeling ini sangat penting di dalam makanan-makanan. Ada beberapa upaya lah yang dicoba untuk dilakukan. Jadi nanti memang ini lagi intensif bekerja," sambungnya.

Namun pada dasarnya, Shinta menekankan pihaknya mengapresiasi diterbitkannya PP 28/2024 ini, lantaran banyak juga hal-hal positif yang diatur dalam PP Kesehatan tersebut.

"Namun concern-concern yang ada ini harus diperhatikan, karena nantinya akan mempengaruhi daripada eksekusi di lapangannya," tukas Shinta.

Aturan Pengendalian Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan PP No 28/2024 pada 26 Juli 2024 lalu. Pasal 1172 PP ini menetapkan, PP Kesehatan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 26 Juli 202.

Pasal mengenai pengendalian konsumsi garam, gula, dan lemak tercantum dalam Bagian Kedelapan tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.

Pada Pasal 192 ayat (5) tertulis, Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa kegiatan: a. pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak.

Hal ini kemudian ditegaskan dalam pasal 194-200.

Lalu Pasal 1156 berbunyi, "Ketentuan pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194 dan pasal 19S dilaksanakan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak penetapan batas maksimal kandungan gula, gararn, dan lemak".

Tindakan pengendalian konsumsi garam, gula, dan lemak dalam PP Kesehatan adalah:

- penentuan batas maksimal kandungan dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji (Pasal 194-195)

- pengenaan cukai atas pangan olahan tertentu (Pasal 194)

- larangan memproduksi, mengimpor, mengedarkan produk pangan olehan termasuk pangan olahan siap saji melebihi batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak (Pasal 194)

- pelarangan iklan, promo, dan sponsor (Pasal 200)

- pengaturan informasi kandungan gula, garam, dan lemak, pesan kesehatan, serta label gizi pada kemasan pangan olahan dan/ atau pangan olahan siap saji (Pasal 200)

- menetapkan ketentuan kawasan pangan rendah gula, garam, dan lemak (Pasal 200).

Lalu pada Pasal 196 memuat sejumlah sanksi hukum jika melanggar ketentuan terkait pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Terbaru Cukai Plastik-Minuman Berpemanis, Berlaku 2024?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular