BMKG Pastikan La Nina Belum Landa RI, Begini Prediksi Produksi Beras
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi, Indonesia akan menikmati surplus beras pada bulan Agustus-September 2024. Menyusul adanya peningkatan produksi beras secara nasional di bulan-bulan tersebut.
Di sisi lain, BMKG menyebut La Nina belum terkonfirmasi terjadi. Padahal, La Nina ini diharapkan bisa membawa peningkatan hujan di daerah-daerah yang kini kering akibat musim kemarau.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, puncak panen padi di tahun 2024 mengalami pergeseran. Jika pada tahun 2022 dan 2023, puncak panen padi terjadi di bulan Maret, sedangkan pada tahun 2024 terjadi di bulan April.
"Kalau kita lihat, ini terjadi kenaikan luas panen di Agustus dan September 2024. Begitu juga dengan produktivitasnya, di bulan Agustus dan September ini terjadi peningkatan produksi padi secara nasional," katanya, dikutip Jumat (23/8/2024).
BPS memproyeksikan, luas panen pada bulan Agustus 2024 naik menjadi sekitar 940 ribu hektare (ha), dan di bulan September 2024 menjadi sekitar 1 juta ha. Angka ini lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama tahun 2022 dan 2023 yang berkisar 800-an ribu ha.
Demikian mengutip bahan paparan Pudji Ismartini saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, yang ditayangkan akun Youtube Kemendagri, Senin (19/8/2024).
"Di bulan Agustus, produksi padi diprediksi mencapai 4,62 juta ton gabah kering giling (GKG) dan di bulan September sebesar 5,14 juta ton GKG," kata Pudji.
Padahal, tahun 2022, produksi gabah di bulan Agustus-September masing-masing tercatat skeitar 4,08 juta ton GKG dan 4,34 juta ton GKG. Dan di tahun 2023 masing-masing sekitar 4,38 juta ton GLG dan 4,37 juta ton GKG.
Dengan posisi itu, BPS memprediksi, akan terjadi surplus beras di bulan Agustus dan September 2024. Yaitu, masing-masing sekitar 80-an ribu ton dan 30-an ribu ton setara beras.
"Angka ini masih estimasi, begitu juga dengan luasan panen masih potensi," kata Pudji.
Lalu bagaimana kondisi sebenarnya di lapangan?
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, berdasarkan keadaan di lapangan, apa yang disampaikan BPS tersebut memang berpotensi terjadi.
"Berdasarkan keadaan di lapangan, indikasinya memang ada peningkatan bila dibandingkan dengan tahun lalu," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/8/2024).
"Faktor pemicunya, harga gabah yang menarik bagi petani. Dan kondisi lingkungan memungkinkan, yaitu adanya La Nina, kemarau basah," tambah dia.
Menurut Sutarto, kondisi itu terpantau terjadi di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Lampung, dan Aceh.
"Secara nasional, potensi (kenaikan produksi) cukup lumayan. Meski, (jika dibandingkan angka proyeksi BPS), kemungkinan akan koreksi dari jumlahnya. Tapi yang jelas ada potensi surplus beras di bulan Agustus dan September," kata Sutarto.
Musim Panen Selesai, Sawah Kekeringan
Namun, kondisi berbeda disampaikan Kepala Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Kusnan. Menurutnya kondisi yang terjadi sekarang justru sebaliknya.
"Kenaikan beras dari mana? Masa panen musim tanam kedua sudah berakhir. Bulan Agustus dan September ini lagi musim tanam ketiga, panen Oktober sampai November nanti," katanya, saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.
"Di lapangan, bulan Agustus ini sawah sudah pada kering kekurangan air. Dan, sekarang banyak ditanami jagung dan holtikultura, bahkan sebagian tanam padi kemungkinan gagal panen karena tidak ada air," tukasnya.
Kusnan mengatakan, pada saat panen musim tanam kedua, yang terjadi justru banyak gagal panen.
"Ini di Indramayu sawah kering karena tidak dapat air. Tanam kali ini ada yang sudah menggunakan air dari sumur bor. Soal ebrapa yang gagal panen, saya belum ada data nasional. Tapi di kabupatenkabupaten ada yang lapor sampai ratusan hektare gagal panen," sebutnya.
"Ada juga lahan yang dibiarkan, tidak ditanami (tanah bera)," kata Kusnan.
Menurut Kusnan, untuk tanam musim kemarau ini, maka akan panen di bulan Oktober dan November.
"Di Jawa Timur potensi hasil 8 ton gabah kering panen (GKP) per hektare," ujar Kusnan.
Prediksi BMKG Kapan La Nina Landa RI
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, saat ini wilayah selatan Indonesia, termasuk pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, masih mengalami musim kemarau dengan dominasi cuaca cerah hingga berawan.
Namun, dalam sepekan ke depan terdapat peningkatan potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia. Khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan utara, yang meliputi sebagian Sumatra bagian Utara hingga Tengah, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
BMKG lalu mengeluarkan peringatan dini terkait potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir atau angin kencang selama sepekan ke depan (23-28 Agustus 2024).
Apakah hal itu disebabkan oleh La Nina?
Ternyata, bukan.
"Peningkatan potensi hujan ini dipengaruhi oleh aktivitas fenomena cuaca global. Berupa gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan MJO; daerah pertemuan dan perlambatan angin, serta labilitas atmosfer yang menciptakan kondisi udara labil dan meningkatkan potensi pembentukan awan hujan," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan di situs resmi.
Dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Agustus 2024 yang baru dirilis BMKG disebutkan, ENSO diprediksi berpotensi menuju La Nina mulai September 2024.
"Hasil monitoring indeks IOD dan ENSO pada bulan Agustus 2024, Indek Dipole Mode 0.39 (Netral), dan indeks ENSO -0.04 (Netral). IOD Netral diprediksi berlangsung Agustus hingga Februari 2025," tulis BMKG.
Sebagai informasi, ENSO atau El Nino-Southern Oscillation adalah anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Disebutkan, iklim di Samudra Pasifik terbagi ke dalam 3 fase. Yaitu, El Nino, La Nina, dan Netral.
Ketika terjadi fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin.
Karena La Nina terjadi di saat Indonesia diprediksi masih akan mengalami musim kemarau, maka disebut musim kemarau kali ini musim kemarau basah. Hanya saja, La Nina kali ini juga diprediksi kategori lemah.
(dce/dce)