
Hamas Tak Ikut Nego Gencatan Senjata, Perdamaian Kian Jauh dari Gaza?

Jakarta, CNBC Indonesia - Milisi penguasa Gaza Palestina, Hamas, mengatakan bahwa mereka tidak akan mengambil bagian dalam putaran baru perundingan gencatan senjata Gaza yang dijadwalkan di Qatar, Kamis (15/8/2024). Hal ini disampaikan langsung oleh kelompok itu, Rabu.
Dalam pemaparannya, Hamas menyampaikan bahwa pihaknya ingin para mediator memberikan 'tekanan serius' kepada Israel dalam perundingan ini, utamanya terkait sejumlah poin seperti gencatan senjata dan penarikan pasukan.
"Negosiasi harus memeriksa mekanisme untuk mengimplementasikan kerangka kerja yang diajukan oleh para mediator terkait gencatan senjata yang komprehensif, penarikan penuh pasukan Israel, menghentikan pengepungan, membuka penyeberangan dan membangun kembali Gaza, serta mencapai kesepakatan serius mengenai sandera/tahanan," ujar Hamas dalam pernyataan yang juga dikutip oleh Reuters.
Hamas telah menyuarakan skeptisisme tentang perundingan tersebut, menuduh Israel mengulur-ulur waktu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pemimpin Hamas Yahya Sinwar telah menjadi hambatan utama untuk mencapai kesepakatan.
"Melakukan perundingan baru memungkinkan pendudukan untuk memberlakukan persyaratan baru dan menggunakan labirin negosiasi untuk melakukan lebih banyak pembantaian," kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
Meski tak hadir langsung, Hamas mengaku tidak menghilangkan peluang kemajuan. Hal ini dikarenakan kepala negosiatornya Khalil Al Hayya bermarkas di Doha dan kelompok tersebut memiliki saluran terbuka dengan Mesir dan Qatar.
"Hamas berkomitmen pada proposal yang diajukan kepadanya pada tanggal 2 Juli, yang didasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB dan pidato Biden dan gerakan tersebut siap untuk segera memulai diskusi mengenai mekanisme untuk implementasinya," tambah Abu Zuhri.
Di sisi lain, dari pihak Israel, Tel Aviv dilaporkan telah mengirim kepala mata-mata Israel David Barnea, kepala dinas keamanan dalam negeri Ronen Bar, dan kepala urusan sandera militer Nitzan Alon, ke Qatar untuk ikut langsung bernegosiasi.
"Israel akan mengirim tim negosiasi pada tanggal yang disepakati, yaitu besok tanggal 15 Agustus, untuk menyelesaikan rincian implementasi perjanjian kerangka kerja," kata juru bicara pemerintah David Mencer dalam sebuah pengarahan.
Sementara itu, pihak Amerika Serikat (AS) juga mengirim delegasi negosiasinya ke Qatar untuk negosiasi ini. Washington disebut menugaskan Direktur CIA Bill Burns dan utusan AS untuk Timur Tengah Brett McGurk.
Sejauh ini, perundingan perdamaian Israel-Hamas masih terus terhambat dalam beberapa hal. Netanyahu bersikeras bahwa Israel mempertahankan kendali atas jalur perbatasan antara Gaza dan Mesir untuk menghentikan penyelundupan senjata.
Perpecahan juga muncul terkait izin bagi orang-orang di dalam Gaza untuk bepergian dengan bebas setelah kesepakatan gencatan senjata.
Perundingan Lebanon
Dari front lainnya, Amos Hochstein, penasihat senior Presiden AS Joe Biden, berada di Lebanon untuk mencegah eskalasi terpisah antara Hizbullah yang didukung Iran dengan Israel. Diketahui, Tel Aviv melancarkan serangan yang membunuh komandan senior Hizbullah bulan lalu.
Hochstein bertemu dengan juru bicara parlemen Nabih Berri, yang memimpin gerakan bersenjata Amal, yang bersekutu dengan Hizbullah, dan akan bertemu dengan Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati.
"Tidak ada lagi alasan yang sah dari pihak manapun untuk penundaan lebih lanjut," kata utusan AS tersebut dalam konferensi pers.
Ketegangan regional telah meningkat sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada bulan Oktober. Perang ini kemudian melibatkan kelompok-kelompok militan yang didukung Iran di Suriah, Lebanon, Irak, dan Yaman.
Israel telah berjanji untuk membasmi Hamas setelah para pejuangnya membunuh 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang dalam serangan 7 Oktober yang memicu perang tersebut. Israel mengatakan pihaknya yakin Hamas masih menyandera 116 orang, termasuk 42 orang yang menurut militer tewas.
Hampir 40.000 warga sipil Palestina tewas dalam serangan Israel ke Gaza. Meski begitu, Israel mengklaim sepertiga dari jumlah itu adalah kombatan Hamas.
Sementara itu, kelompok Houthi di Yaman, bersama dengan kelompok Hizbullah di Lebanon, terus memberikan tekanan ke Israel sebagai bentuk solidaritas dalam mendukung Hamas. Mereka berjanji akan terus menekan Israel hingga negara itu menghentikan serangannya ke Gaza.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdamaian Israel-Hamas di Depan Mata, Nasib Gaza Segera Ditentukan
