Dirjen EBTKE Beberkan Skema Baru TKDN Pembangkit, Ini Penjelasannya

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
13 August 2024 19:30
PLTS Atap Braja Mukti Cakra (BMC). (Dok BMC)
Foto: PLTS Atap Braja Mukti Cakra (BMC). (Dok BMC)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja merilis aturan berupa relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek ketenagalistrikan. Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2024.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan rendahnya investasi di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT) selama ini disebabkan salah satunya oleh aturan TKDN.

Karena itu, diharapkan dengan adanya relaksasi TKDN dapat mengakselerasi percepatan investasi berbagai proyek EBT di Indonesia. Ia menjelaskan, pada dasarnya, peraturan ini tetap mengacu kepada keputusan dari Kementerian Perindustrian untuk berhitung mengenai TKDN.

Hanya saja, Kementerian ESDM memasukkan penambahan perhitungan TKDN dari sisi komponen biaya untuk proyek EBT. Misalnya pada komponen biaya instalasi proyek, feasible study, proses desain rekayasa, hingga biaya logistik pengiriman.

"Jadi seperti kalau misalnya ada PLTS Terapung berarti ada floating, lalu ada penyangganya dan instalasi proyek itu sendiri dan sebelum proyek itu terjadi, ada feasibility study, ada detail design engineering, ada proses rekayasa, ada biaya logistik pengiriman, ada biaya-biaya yang timbul di dalam pengerjaan satu EPC proyek dari EBT itu sendiri," kata Eniya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).

Selain itu, dalam aturan anyar ini juga disebutkan bahwa hibah dari luar negeri sudah bisa untuk tidak mencantumkan TKDN. Namun demikian, ini hanya sebatas bagi perusahaan yang sudah mempunyai perjanjian jual beli listrik (PPA) dengan PT PLN (Persero).

"Tetapi ini hanya sebatas perusahaan yang sudah mempunyai PPA dengan PLN sebagai pembangkit listriknya. Lalu PPA ini dibatasi hingga 31 Desember 2024. Jadi yang mempunyai relaksasi ini itu sangat terbatas ya, karena memang kita sengaja batasi," kata dia.

Di sisi lain, Eniya mengatakan apabila mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, kebutuhan investasi yang dibutuhkan untuk proyek EBT hingga 2030 mencapai US$ 55,18 miliar atau Rp 876 triliun. "Kalau dihitung berdasarkan RUPTL hingga tahun 2030 pun, kita masih kekurangan investasi sebesar 55,18 billion USD. Nah, ini tentu saja pencapaiannya tidak mudah," kata Eniya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article ESDM Blak-blakan Lahirnya Aturan Baru TKDN Pembangkit-Jaringan Listrik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular