Internasional

'Neraka Bocor' Guncang Eropa, Suhu Capai Rekor-Kabar Buruk dari Arktik

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
08 August 2024 16:00
Seorang pria bernama David memeriksa ponselnya saat dia berdiri di dekat kipas angin untuk mendinginkan diri, selama gelombang panas di seluruh Italia, di Roma, 14 Juli 2023. (REUTERS/Dilara Senkaya)
Foto: Seorang pria bernama David memeriksa ponselnya saat dia berdiri di dekat kipas angin untuk mendinginkan diri, selama gelombang panas di seluruh Italia, di Roma, 14 Juli 2023. (REUTERS/DILARA SENKAYA)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda-tanda fenomena iklim ekstrem terus bermunculan. Salah satu kondisi yang memunculkan teori nyata perubahan iklim adanya naiknya suhu permukaan bumi.

Dalam laporan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa, Kamis (8/8/2024), bulan lalu menjadi Juli terpanas kedua di dunia yang pernah tercatat. Kondisi ini sebagian didorong oleh pola cuaca El Nino yang memanas.

"Bulan itu 1,48 derajat Celsius (2,7 derajat Fahrenheit) di atas acuan pra-industri tahun 1850-1990. Sementara 12 bulan terakhir 1,64 C di atas rata-rata pra-industri karena perubahan iklim," kata Copernicus dalam laporan bulanannya dikutip Reuters.

Copernicus mengaitkan suhu tinggi sebagian besar dengan emisi gas rumah kaca dari industri berbasis bahan bakar fosil. Lembaga itu mencatat bahwa lautan yang biasanya tidak terdampak oleh El Nino mengalami peningkatan suhu yang tidak biasa, dengan permukaan laut tetap mendekati rekor tertinggi dan hanya 0,1 C di bawah Juli tahun lalu.

"El Nino ini telah berakhir tetapi besarnya peningkatan suhu global ini, gambaran besarnya cukup mirip dengan keadaan kita setahun yang lalu," kata Julien Nicolas, seorang peneliti iklim di Copernicus, kepada Reuters.

"Kita belum selesai dengan catatan suhu yang menyebabkan gelombang panas. Kita tahu tren pemanasan jangka panjang ini dapat dikaitkan dengan tingkat keyakinan yang sangat tinggi dengan dampak manusia terhadap iklim."

Secara geografis, suhu di atas rata-rata tercatat di Eropa Selatan dan Timur, Amerika Serikat bagian Barat, Kanada bagian Barat, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, Asia, dan Antartika Timur. Sementara itu, suhu mendekati atau di bawah rata-rata terlihat di Eropa Barat Laut, Antartika bagian Barat, sebagian Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Australia.

Juli 2024 juga menjadi musim paling basah bagi Eropa Utara dan Turki Tenggara. Di sisi lain, peringatan kekeringan terus berlanjut di Eropa Selatan dan Timur.

Di sisi lain, es laut Arktik juga turun lebih banyak pada Juli 2024 daripada tahun 2022 dan 2023, yakni 7% di bawah rata-rata. Meski begitu, penurunan ini tidak separah penurunan 14% yang tercatat pada tahun 2020.

"Apa yang kami lihat sungguh mengejutkan, mengingat betapa hangatnya suhu saat ini. Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang apa yang terjadi pada lautan di luar pola iklim alami seperti peristiwa El Nino atau La Nina. Apakah ada pergeseran arus laut?," tambah Nicolas.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cuaca 'Neraka' dan Air Bah Hantam Eropa, Ini Biang Keroknya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular