Wapres Ma'ruf: Nilai Ekonomi Tuna, Tongkol, Cakalang RI Tembus Rp39 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Potensi ekonomi dari keanekaragaman hayati di Indonesia amat besar. Di sektor perikanan tangkap untuk jenis tuna, tongkol dan cakalang saja nilainya mencapai triliunan rupiah.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang paling kaya di dunia. Menurut dia, terdapat 22 ekosistem alami di Indonesia yang tersebar di sejumlah wilayah.
"Dengan kekayaan alam dan laut yang melimpah, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah biodiversitas terbesar di dunia," kata Ma'ruf dalam acara peluncuran Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 di Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, (8/8/2024).
Dia mencontohkan kondisi di Selat Lembeh di Sulawesi. Ma'aruf mengatakan lokasi tersebut menjadi surga fotografi karena adanya biota renik yang hanya ada di lokasi tersebut.
Selain itu, dia mengatakan Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah spesies endemik burung, mamalia dan reptil terbesar di dunia. Selama periode 2017-2021 telah ditemukan 40 spesies fauna baru di Indonesia.
Dia mengatakan keanekaragaman hayati itu tidak hanya memberikan berkah keindahan alam, tetapi juga potensi ekonomi. Dia mengatakan potensi produksi ikan tuna, cakalang dan tongkol pada tahun 2023 mencapai Rp 39 triliun.
"Total produksi ikan tuna, cakalang dan tongkol pada tahun 2023 mencapai Rp 39 triliun," kata Ma'ruf.
Akan tetapi, kata dia, keanekaragaman hayati itu kini tengah terancam oleh kerusakan alam akibat polusi dan perubahan iklim. Karenanya, kata dia, pemerintah Indonesia menerbitkan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2025-2045.
Dia mengatakan dokumen itu akan menjadi pedoman bagi Indonesia untuk menyelaraskan tujuan meraih target Indonesia maju pada 2045 sekaligus menjaga kelestarian alam.
Ma'ruf meyakini keanekaragaman hayati itu merupakan harapan bagi masa depan Indonesia dan juga modal pembangunan yang berkelanjutan. Potensi tersebut, kata dia, harus bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan prinsip ramah lingkungan.
"Potensi besar ini harus bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan prinsip ramah lingkungan, seimbang, berkeadilan, sistematis terukur dan partisipatif," kata dia.
(Rosseno Aji Nugroho/haa)