Internasional

Fakta-Sepak Terjang Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Tewas Dibunuh

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Rabu, 31/07/2024 21:00 WIB
Foto: Ismail Haniyeh. (REUTERS/Aziz Taher/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kematian Ismail Haniyeh menjadi pukulan telak bagi Hamas. Salah satu pemimpin kelompok itu merupakan wajah tegas dari diplomasi internasional kelompok Palestina tersebut saat perang berkecamuk di Gaza.

Kepala Biro Politik Hamas itu tewas di kediamannya di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024). Pihak Hamas menyebut Haniyeh tewas setelah rumahnya diserang oleh Israel.

Namun terlepas dari retorikanya, Haniyeh dipandang oleh banyak diplomat sebagai seorang yang moderat dibandingkan dengan anggota kelompok yang lebih garis keras yang didukung Iran di dalam Gaza.


Ditunjuk sebagai pejabat tinggi Hamas pada tahun 2017, Haniyeh berpindah-pindah antara Turki dan ibu kota Qatar, Doha.

Ia menghindari pembatasan perjalanan di Jalur Gaza yang diblokade dan memungkinkannya untuk bertindak sebagai negosiator dalam pembicaraan gencatan senjata atau untuk berbicara dengan sekutu Hamas, Iran.

"Semua perjanjian normalisasi yang Anda (negara-negara Arab) tandatangani dengan (Israel) tidak akan mengakhiri konflik ini," kata Haniyeh, tak lama setelah pejuang Hamas melancarkan serangan pada 7 Oktober 2023 lalu, seperti disiarkan televisi Al Jazeera yang berbasis di Qatar.

Aktivis yang Sempat Dideportasi

Saat masih muda, Haniyeh adalah seorang aktivis mahasiswa di Universitas Islam di Kota Gaza. Ia bergabung dengan Hamas ketika Hamas didirikan dalam intifada (pemberontakan) Palestina Pertama pada tahun 1987. Ia ditangkap dan dideportasi sebentar.

Haniyeh menjadi anak didik pendiri Hamas Sheikh Ahmad Yassin, yang seperti keluarga Haniyeh, adalah pengungsi dari desa Al Jura dekat Ashkelon.

Pada tahun 1994, ia mengatakan kepada Reuters bahwa Yassin adalah model bagi pemuda Palestina, dengan mengatakan: "Kami belajar darinya tentang cinta Islam dan pengorbanan untuk Islam ini dan tidak berlutut di hadapan para tiran dan lalim ini."

Pada tahun 2003, ia menjadi ajudan tepercaya Yassin, difoto di rumah Yassin di Gaza sambil memegang telepon di telinga pendiri Hamas yang hampir lumpuh itu sehingga ia dapat ikut serta dalam percakapan. Yassin dibunuh oleh Israel pada tahun 2004.

Haniyeh adalah salah satu pendukung awal Hamas memasuki dunia politik. Pada tahun 1994, ia mengatakan bahwa pembentukan partai politik "akan memungkinkan Hamas untuk menghadapi perkembangan yang muncul".

Awalnya ditolak oleh pimpinan Hamas, kemudian disetujui dan Haniyeh menjadi perdana menteri Palestina setelah kelompok itu memenangkan pemilihan parlemen Palestina pada tahun 2006, setahun setelah militer Israel menarik diri dari Gaza.

Kelompok tersebut menguasai Gaza pada tahun 2007.

Pada 2012, ketika ditanya oleh wartawan apakah Hamas telah menghentikan perjuangan bersenjata, Haniyeh menjawab "tentu saja tidak" dan mengatakan perlawanan akan terus berlanjut "dalam segala bentuk - perlawanan rakyat, perlawanan politik, diplomatik, dan militer".

Ketika ia meninggalkan Gaza pada tahun 2017, Haniyeh digantikan oleh Yahya Sinwar, seorang garis keras yang menghabiskan lebih dari dua dekade di penjara Israel dan yang disambut kembali oleh Haniyeh di Gaza pada tahun 2011 setelah pertukaran tahanan.

"Haniyeh memimpin pertempuran politik untuk Hamas dengan pemerintah Arab," kata Adeeb Ziadeh, seorang spesialis dalam urusan Palestina di Universitas Qatar, sebelum kematiannya.

"Ia adalah front politik dan diplomatik Hamas," kata Ziadeh.

Anak dan Cucunya Tewas oleh Israel

Pada 10 April 2024, tiga putra Haniyeh, yakni Hazem, Amir, dan Mohammad, tewas ketika serangan udara Israel menghantam mobil yang mereka kendarai. Haniyeh juga kehilangan empat cucunya, tiga perempuan dan seorang laki-laki, dalam serangan itu.

Haniyeh membantah pernyataan Israel bahwa putra-putranya adalah pejuang kelompok tersebut. Ia mengatakan "kepentingan rakyat Palestina lebih diutamakan daripada segalanya" ketika ditanya apakah pembunuhan mereka akan memengaruhi perundingan gencatan senjata.

"Semua rakyat kami dan semua keluarga penduduk Gaza telah membayar harga yang mahal dengan darah anak-anak mereka, dan saya salah satunya," katanya, menambahkan bahwa sedikitnya 60 anggota keluarganya tewas dalam perang tersebut.

Namun Israel menganggap seluruh pimpinan Hamas sebagai teroris, dan menuduh Haniyeh, serta pemimpin Hamas lainnya terus "menarik tali organisasi teror Hamas".


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Utusan Israel ke Qatar Bahas Gencatan Senjata Dengan Hamas