Pendiri Greenpeace Ditangkap & Bakal Diekstradisi ke Jepang, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Juru kampanye anti-perburuan paus dan salah satu pendiri Greenpeace, Paul Watson, ditangkap pada hari Minggu (21/7/2024) berdasarkan surat perintah internasional yang dikeluarkan oleh Jepang. Aktivis ini telah dicari selama lebih dari satu dekade karena perselisihan dengan pemburu paus Negeri Sakura.
Aktivis lingkungan veteran berusia 73 tahun itu ditahan ketika kapalnya digerebek oleh polisi setelah berlabuh di Greenland untuk memasok pasokan. Ia saat ini berada di pengadilan distrik yang kini akan memutuskan kemungkinan ekstradisinya ke Jepang.
Yayasan Kapten Paul Watson mengecam potensi ekstradisi tersebut sebagai permintaan politik. Mereka mendesak Pemerintah Denmark, selaku negara yang berdaulat atas Greenland, untuk segera membebaskan aktivis tersebut.
"Watson sedang melakukan kampanye untuk mencegat Kangei Maru, kapal penangkap ikan paus besar yang baru dibangun Jepang," kata yayasan tersebut dikutip Russia Today.
Penangkapan aktivis tersebut kemungkinan besar berasal dari red notice internasional yang dikeluarkan Jepang terhadapnya pada tahun 2012 atas tuduhan menyebabkan kerusakan dan cedera dalam dua insiden pada tahun 2010. Meskipun red notice pada akhirnya dibatalkan, Tokyo disebut diam-diam mengembalikannya.
"Perkembangan ini mengejutkan karena pengacara Yayasan telah melaporkan bahwa red notice telah dicabut. Namun, tampaknya Jepang merahasiakan pemberitahuan tersebut untuk memfasilitasi perjalanan Paul guna tujuan melakukan penangkapan," jelas yayasan tersebut.
Kelompok tersebut juga menuduh bahwa penangkapan Watson dilakukan secara khusus bertepatan dengan peluncuran kapal penangkap paus baru, Kangei Maru. Kapal penangkap senilai US$ 47 juta (Rp 762 miliar) ini ditugaskan awal tahun ini dan saat ini berada di Pasifik Utara.
Perburuan paus komersial dilarang oleh Komisi Penangkapan Ikan Paus Internasional (IWC) pada tahun 1986. Namun Jepang diizinkan untuk terus berburu paus dalam jumlah kecil setiap tahun di Antartika untuk tujuan ilmiah.
Pada tahun 2014, Mahkamah Internasional juga memerintahkan Tokyo untuk menghentikan perburuan tersebut. Lembaga itu memutuskan bahwa perburuan tersebut bukanlah upaya ilmiah yang sah melainkan kedok perburuan paus komersial.
Jepang akhirnya menarik diri dari IWC empat tahun kemudian. Pemerintah Jepang sudah lama berpendapat bahwa perburuan paus dan konsumsi daging mamalia laut itu merupakan bagian integral dari budaya negara tersebut.
(luc/luc)