Bandingkan Kondisi RI & Bangladesh: Ternyata Ada Kemiripan!

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
22 July 2024 06:25
Asap mengepul dari kendaraan yang terbakar setelah pengunjuk rasa membakarnya kantor Direktorat Penanggulangan Bencana, selama protes anti-kuota yang sedang berlangsung di Dhaka pada 18 Juli 2024. (AFP/-)
Foto: Asap mengepul dari kendaraan yang terbakar setelah pengunjuk rasa membakarnya kantor Direktorat Penanggulangan Bencana, selama protes anti-kuota yang sedang berlangsung di Dhaka pada 18 Juli 2024. (AFP/-)

Jakarta, CNBC Indonesia-Bangladesh tengah dilanda demonstrasi besar-besaran yang dimotori oleh kaum mahasiswa. Demonstrasi tersebut bahkan berujung pada aksi pembakaran fasilitas umum dan gedung-gedung, hingga menyebabkan puluhan korban meninggal akibat kerusuhan.

Dikutip dari nytimes pada Senin, (22/7/2024), protes tersebut muncul karena kemarahan mahasiswa terhadap sistem kuota untuk mendapatkan pekerjaan di sektor publik yang memprioritaskan kelompok tertentu. Kuota untuk profesi pegawai negeri sipil ini diketahui diprioritaskan untuk keluarga veteran perang kemerdekaan Bangladesh, bahkan sampai ke anak dan cucunya.

Namun, para analis meyakini kerusuhan ini terjadi karena faktor yang lebih luas dari sekedar berebut untuk menjadi PNS. Faktor ketimpangan kekayaan, peluang kerja yang tidak merata dan banyaknya korupsi diduga menjadi akar masalah hingga kalangan muda frustasi dan memilih turun ke jalan. Perekonomian Bangladesh yang goyah setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan pesat mengubah krisis ekonomi menjadi krisis sosial.

"Protes tersebut adalah tentang rasa frustasi yang dirasakan banyak orang mengenai pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, dan adanya kesenjangan yang besar serta korupsi," kata Direktur Program Asia di International Crisis Group, Pierre Prakash.

"Protes kuota hanyalah manifestasi dari kelesuan yang meluas bukan hanya soal kuota tapi juga ekonomi dan politik," kata dia melanjutkan.

Dalam beberapa dekade terakhir, ekonomi Bangladesh meningkat pesat berkat berkembangnya industri ekspor garmen. Pertumbuhan ekonomi ini membuat jutaan orang berhasil keluar dari kemiskinan. Namun, pandemi Covid-19 memberikan dampak berat terhadap perekonomian negara itu.

Permintaan global terhadap pakaian jeblok dan pengiriman uang dari diaspora pun menurun. Pada saat yang sama, konsumen dalam negeri harus menghadapi lonjakan inflasi yang menyebabkan harga makanan dan bahan bakar meningkat tajam.

Inflasi mencapai level 10%. Penciptaan lapangan kerja baru juga tersendat. Pada tahun 2022, tingkat pengangguran di kalangan muda mencapai 16,1%.

Ketika pekerjaan sebagai PNS nampak memberikan banyak jaminan, para pemuda ini terhalang oleh kebijakan negara memberikan kuota 56% formasi PNS untuk para keluarga veteran perang. Sistem tersebut ditetapkan sejak 1972 oleh pemimpin Bangladesh Sheik Mujibur Rahman. Sistem kuota ini dianggap malah memunculkan kelas elite di antara masyarakat.

Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Kondisi sulitnya mencari kerja tak hanya dihadapi anak muda di Bangladesh, tapi juga di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET).

Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional. Pemuda yang sedang menganggur, termasuk yang mencari pekerjaan, merupakan bagian dari pemuda NEET. Indikator yang digunakan untuk dapat mengukur besarnya angkatan kerja pemuda yang menjadi pengangguran disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda.

TPT umumnya digunakan untuk mengukur tingkat pengangguran di suatu wilayah, menggambarkan tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan, atau tidak terserap oleh pasar kerja. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2023, TPT pemuda tercatat sekitar 13,41%. Artinya, sekitar 13 dari 100 pemuda yang masuk dalam angkatan kerja, tidak terserap dalam pasar kerja.

Menurut BPS, ada berbagai alasan yang membuat anak muda ini menjadi pengangguran dan tidak melanjutkan sekolah. Salah satunya adalah sulitnya akses ke pendidikan dan keterbatasan finansial.

Ketika ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi, mereka harus menghadapi mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Pemerintah sebenarnya telah memandatkan alokasi 20% dari APBN untuk biaya pendidikan. Pada 2024, jumlah alokasi dana fungsi pendidikan ini mencapai Rp 665 triliun. Sementara untuk pendidikan tinggi sebesar Rp 39 triliun.

Masalahnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dari total Rp 39 triliun dana pendidikan tinggi, sebagian besar dana itu dipakai untuk membiayai kampus-kampus kedinasan, yaitu Rp 32 triliun. Sementara yang dialokasikan untuk pendidikan tinggi biasa hanya Rp 7 triliun. Sebagaimana diketahui, kampus kedinasan adalah pendidikan tinggi yang sebagian besar lulusannya langsung menjadi PNS.

Kiamat Pabrik Garmen RI

Indonesia pernah berjaya soal tekstil. Namun, gelombang kebangkrutan sedang menerpa industri garmen Indonesia saat ini.

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat gelombang penutupan pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) ini telah terjadi sejak 2019 atau sebelum pandemi Covid-19. Presiden KSPN Ristadi mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, beberapa diantaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK.

Akibatnya, kata Ristadi, pabrik tersebut tutup. Hingga menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. "Kami mendata ada 36 pabrik tekstil menengah dan besar yang tutup. Ini baru pabrik yang masuk anggota kami, belum termasuk data pemerintah dan asosiasi lainnya," kata dia.

Ristadi mengatakan pabrik yang tutup itu berlokasi di pusat-pusat industri TPT, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. Ristadi memperkirakan ada 11 ribu buruh pabrik tekstil yang terkena gelombang PHK akibat penutupan pabrik ini.

Melansir satudata milik Kementerian Tenaga Kerja, jumlah pekerja yang terdampak oleh gelombang PHK selama awal 2024 lebih mengerikan. Kemnaker mencatat terdapat 27.222 buruh yang sudah di-PHK dalam kurun Januari-Mei 2024. Jumlah PHK secara berturut-turut adalah Januari (3.332 pekerja), Februari (7.694 pekerja), Maret (12.395 pekerja), April (18.829 pekerja), dan Mei (27.222 pekerja).

Korupsi

Kondisi korupsi di Indonesia juga mengkhawatirkan. Selama 2022 dan 2023, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan di angka 34. Perolehan skor itu membuat posisi Indonesia di ranking dunia merosot dari 110 menjadi 115.

IPK sendiri merupakan sebuah skor yang menggambarkan persepsi atau anggapan masyarakat suatu negara mengenai korupsi di negaranya yang terjadi pada jabatan publik dan politik. Indonesia terakhir kali mendapatkan skor 34 pada tahun 2014. Setelah itu, Indonesia sempat mendapatkan skor tertinggi 40 pada tahun 2019. Namun, skor itu kembali merosot menjadi 34 pada 2022 dan 2023.

Merosotnya skor IPK Indonesia sejalan dengan hasil survei Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang dirilis oleh BPS. Berdasarkan hasil survei terbaru, masyarakat Indonesia semakin permisif dengan perilaku korupsi di sekitarnya.

"Secara umum IPAK mengalami penurunan selama 2 tahun terakhir. Pada 2024 dengan nilai 3,85 atau turun 0,07 poin dibanding 2023 yang mencapai 3,92 poin," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.

IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi di masyarakat yang diukur dalam skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK maka semakin tinggi budaya antikorupsi di masyarakat.

Salah satu dari 27 indikator yang dicatat oleh IPAK adalah mengenai persepsi masyarakat mengenai seseorang yang menggunakan kewenangan dan pengaruhnya untuk menjamin saudara atau kerabatnya untuk diterima menjadi pegawai negeri maupun anggota TNI/Polri. Hasilnya, semakin sedikit masyarakat yang menganggap bahwa tindakan itu adalah sesuatu yang keliru.

Inflasi

Inflasi di Indonesia tercatat 2,51% secara tahunan pada Juni 2024. Meski inflasi umum relatif rendah, namun inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food mencapai level tertingginya pada tahun ini. Pada Februari 2024, inflasi volatile food mencapai 8,47% yoy. Pada Maret, inflasi pangan bahkan mencapai 10,33%.

Sejumlah ekonom berpendapat, inflasi pangan ini telah menggerus daya beli masyarakat, terutama kelas menengah-bawah. Mereka adalah kelompok yang tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah, namun sebagian besar penghasilannya sebenarnya sangat dipengaruhi oleh kenaikan bahan makanan pokok.

Daya beli golongan ini diperkirakan akan semakin tertekan oleh rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Ditambah, pemerintah juga berencana untuk mulai melakukan pengetatan pembelian BBM bersubsidi pada September mendatang.


(rsa/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Kuota PNS Bikin Panas 1 Negara, Mahasiswa Protes-Blokir Jalan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular