
Duet Trump-Vance Jadi Mimpi Buruk bagi Ukraina, Putin Senyum-Senyum

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengangkat JD Vance sebagai calon wakilnya dapat menjadi hambatan baru bagi Ukraina. Hal ini terjadi saat Kyiv masih bergantung pada bantuan Washington dalam perangnya melawan Rusia.
Dalam laporan The Guardian, Trump dan Vance telah menyalakan kembali ketakutan pemberlakuan kebijakan 'America First' yang lebih fokus di dalam negeri dan tak begitu ambil pusing terhadap kondisi global. Bila menang, Trump diramal dapat menyetujui proposal aneksasi Moskow di wilayah Ukraina.
"Ini buruk bagi kami, tapi ini berita buruk bagi Ukraina. Vance bukanlah sekutu kami," ujar salah satu diplomat senior Eropa di Washington, Selasa (16/7/2024).
Direktur Institut Kajian Internasional Freeman Spogli, Michael McFaul, kemudian memaparkan bagaimana Vance menjadi salah satu penentang utama paket bantuan baru ke Ukraina musim semi lalu. Menurutnya, manuver Trump untuk menarik Vance menjadi partner majunya adalah citraan patron kebijakan luar negeri yang dianutnya.
"Biden dan Harris telah mempromosikan demokrasi dan menentang otokrat. Trump dan Vance tidak menaruh perhatian pada kemajuan demokrasi di luar negeri dan malah menganut paham autokrat. Perbedaan pendekatan asing yang dianut oleh kedua calon presiden ini sangat jelas," ujar McFaul, yang juga mantan Duta Besar AS untuk Rusia.
Vance sendiri pernah menyebutkan bahwa masalah Ukraina bukanlah sesuatu yang penting bagi AS. Ia juga berpandangan Presiden Rusia Vladimir Putin bukanlah ancaman.
"Saya tidak berpikir bahwa Vladimir Putin merupakan ancaman nyata bagi Eropa, dan sejauh ini ia merupakan ancaman, sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa Eropa harus mengambil peran yang lebih agresif dalam keamanannya sendiri," tuturnya,
Selain terkait Ukraina, Vance pun memiliki sikap yang tegas terhadap cara petahana, Presiden Joe Biden, dalam menangani konflik Gaza. Ia menyebut mengatakan bahwa Amerika harus "memungkinkan Israel untuk benar-benar menyelesaikan tugasnya".
Vance juga pernah menganjurkan langkah pembatasan terhadap China. Ia menegaskan bahwa Washington mendorong pembatasan perdagangan yang agresif dan perlindungan kekayaan intelektual terhadap Beijing.
"AS harus lebih fokus pada Asia Timur. Washington harus 'berputar' ke arah Asia," katanya.
Ia juga pernah menuntut agar negara-negara Eropa membayarkan bagian yang lebih besar dari PDB mereka kepada NATO. Ia merasa AS sudah terlalu lama memberikan perlindungan keamanan kepada Eropa.
"Hal ini akan menjadi masa depan kebijakan luar negeri Amerika selama 40 tahun ke depan, dan Eropa harus menyadari fakta tersebut," tambahnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Sebut Putin Bawa Kehancuran-Tegas Ultimatum Rusia
