Prabowo Tak Mungkin Ugal-ugalan: 2025 RI Butuh Utang Buat Bayar Utang!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
15 July 2024 12:50
Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)
Foto: Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beban utang jatuh tempo pemerintah melonjak mulai 2025 hingga 2029, di tengah minim penerimaan negara. Membuat pemerintah baru pengganti pemerintahan Presiden Joko Widodo harus mencari cara untuk membayar utang jatuh tempo tersebut.

Sebagaimana diketahui, penerimaan negara dari sisi pajak hingga Semester I-2024 makin loyo. Hingga 30 Juni tahun ini, penerimaan pajak hanya Rp 893,8 triliun, turun 7,9% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 970,2 triliun. Pemerintah berargumen, anjloknya penerimaan pajak itu disebabkan oleh harga-harga komoditas yang anjlok atau mengalami normalisasi.

Sementara itu, pada 2025, utang jatuh tempo yang harus ditanggung Presiden Terpilih Prabowo Subianto sebesar 800,33 triliun, yang terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Lompat dari profil utang jatuh tempo pada 2024 sebesar Rp 434,29 triliun, yang terdiri dari SBN jatuh tempo Rp 371,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun.

Pada 2026, utang jatuh tempo itu semakin membengkak, yakni Rp menjadi 803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun. Pada 2027, utang jatuh tempo masih menggunung, yakni Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.

Utang jatuh tempo baru berkurang sedikit pada 2028, yakni menjadi sebesar Rp 719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun. Pada 2029, masih tersisa Rp 622,4 triliun, terdiri dari SBN jatuh tempo Rp 526,1 triliun dan pinjaman jatuh tempo Rp 96,2 triliun.

Ekonom senior yang juga merupakan pendiri dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, tingginya utang jatuh tempo yang harus dipenuhi pembayarannya itu mau tak mau harus ditutup melalui penerbitan utang baru, sebab pendapatan negara terus menerus turun akibat sangat tergantung pada harga komoditas.

"Caranya gimana? membiayainya dengan cetak uang," ucap Faisal saat ditemui di Gedung Parlemen, seperti dikutip Senin (15/7/2024).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga sependapat dengan Faisal. Opsi yang paling memungkinkan untuk membayar utang jatuh tempo yang menggunung itu selain dengan refinancing ialah dengan debt switch.

Namun, ia mengingatkan, kebijakan itu harus diukur dengan beban suku bunga acuan global yang saat ini masih pada level tinggi, terutama karena tren kebijakan moneter Bank Sentral AS The Federal Reserve yang higher for longer.

Meski begitu, ia optimistis, dengan kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate mulai akhir tahun ini, pemerintahan mendatang memiliki opsi untuk menerapkan debt switch dengan cara membeli utang jatuh tempo dan diganti dengan utang baru yang imbal hasilnya lebih rendah.

"Misalnya dalam beberapa tahun mendatang suku bunga acuan sudah relatif lebih rendah dibandingkan posisi saat ini, maka saya kira pemerintah punya peluang untuk melakukan debt switch, yaitu membeli kembali jatuh tempo utang dan digantikan series surat utang dengan imbal hasil yang lebih rendah," ucap Yusuf.

"Karena imbal hasil ini umumnya dipengaruhi oleh kondisi suku bunga acuan. Harapannya dengan melakukan debt switch maka dalam jangka menengah hingga panjang beban dari pembayaran pokok dan juga bunga utang itu bisa disesuaikan terutama ke level yang lebih menguntungkan bagi pemerintah," tegasnya.

Selain kebijakan itu, Yusuf menganggap pemerintah juga bisa mengandalkan sisa anggaran lebih atau SAL dari tahun anggaran sebelumnya. Namun, tentu SAL ini akan muncul dari penerimaan yang relatif lebih banyak dibandingkan belanja negara pada 2024.

"Saya kira dalam jangka pendek katakanlah hingga dua atau tiga tahun ke depan, ketika pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi pajak terutama peluang untuk mendanai atau mendapatkan SAL untuk pembayaran utang masih terbuka," tuturnya.


(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Bakal Jatuh Tempo di 2025, Utang SRBI Nyaris Tembus Rp 1.000 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular