Beban Prabowo Berat, Utang Jatuh Tempo RI Rp 800 T di 2025

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
15 July 2024 09:40
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Menyerahkan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, 1 Des 2022 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Menyerahkan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, 1 Des 2022 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menghadapi satu masalah berat. Tak lama setelah dilantik, mereka harus melunasi utang jatuh tempo yang nilainya mencapai Rp 800 triliun.

Mengutip data profil jatuh tempo utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 'baru' sebesar Rp 434,29 triliun. Utang itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp 371,8 triliun, dan pinjaman Rp 62,49 triliun.

Lalu pada tahun pertama Prabowo atau 2025, utang jatuh tempo akan membengkak menjadi Rp 800,33 triliun, yang terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Pada 2026, utang jatuh tempo masih besar, yakni Rp 803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun. Pada 2027, utang jatuh tempo masih menggunung, yakni Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.

Pada 2028, utang jatuh tempo baru berkurang, yakni sebesar Rp 719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun. Jika ditotal, selama periode 2025-2028, total utang jatuh tempo yang harus dilunasi Prabowo-Gibran mencapai Rp 3.125,94 triliun. Baru setelah itu jumlah utang jatuh tempo akan terus turun hingga mencapai level terendah pada 2041 menjadi hanya sebesar Rp 30,8 triliun yang terdiri dari SBN Rp 27,4 triliun dan pinjaman Rp 3,47 triliun.

Sebagai informasi, per akhir April 2024, sendiri total utang pemerintah sudah sebesar Rp 8.338,43 triliun. Profil utang jatuh tempo untuk total utang itu terdiri dari yang kurang dari 1 tahun Rp 600,85 triliun, 1-3 tahun Rp 1.762,25 triliun, di atas 3-5 tahun Rp 1.480,12 triliun, di atas 5-10 tahun Rp 2.437,57 triliun, di atas 10-15 tahun Rp 787,36 triliun, di atas 15-20 Rp 573,11 triliun, dan di atas 20 tahun Rp 697,17 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menjelaskan penyebab besarnya utang jatuh tempo pada periode 2025-2027. Dia mengatakan besarnya pembayaran utang jatuh tempo periode itu disebabkan oleh masa pandemi Covid-19. Saat itu, Indonesia membutuhkan hampir Rp 1.000 triliun untuk belanja tambahan. Adapun tambahan belanja negara itu dilakukan saat penerimaan negara turun 19% karena ekonomi berhenti.

"Jadi kalau tahun 2020 maksimal jatuh tempo dari pandemi kita di 7 tahun dan sekarang di konsentrasi, di 3 tahun terakhir 2025, 2026 dan 2027, sebagian di 8 tahun. Ini yang kemudian menimbulkan persepsi kok banyak yang numpuk," kata Sri Mulyani.

"Itu biaya pandemi berdasarkan agreement antara kita dan BI untuk lakukan burden sharing agar negara BI baik, fiskal kredibel dan politik acceptable, kita sepakati instrumen itu," tegasnya.

Sri Mulyani meyakini besarnya utang jatuh tempo pada 2025-2028 itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN dan ekonomi, serta politik Indonesia tetap positif.

"Kalau ada pokok yang jatuh tempo risiko yang dihadapi oleh suatu negara bukan pada magnitude, tapi pada kemampuan negara itu revolving pada biaya yang dianggap fair itu risiko jadi negara kalau kita kredibel, APBN baik, ekonomi baik, kondisi politik stabil maka revolving itu kecil karena negara ini dianggap sama," kata dia.

Sri Mulyani menuturkan jika surat utang RI tidak jatuh tempo, maka surat utang yang dipegang tersebut akan revolving. Namun, jika kondisi stabilitas ini terganggu, pemegang surat utang RI bisa melepasnya dan kabur dari RI.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PDIP Minta Prabowo Stop Tambah Utang RI, Sri Mulyani Komentar Begini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular