Bahlil Bongkar Alasan Uni Eropa Gasak RI di WTO, Ternyata Ini Niatnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membeberkan alasan di balik Uni Eropa yang menggugat kebijakan Indonesia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Gugatan itu dilayangkan atas larangan ekspor nikel mentah pada tahun 2020 lalu.
Bahlil menyebutkan alasan asli dibalik sikap Uni Eropa itu adalah karena Uni Eropa itu sendiri tidak ingin Indonesia menjadi negara produsen pabrik baterai kendaraan listrik.
"Ternyata saya baru tahu, inilah kenapa Eropa membawa kita ke WTO. Mereka tidak ingin Indonesia menjadi negara produsen pabrik baterai di dunia," beber Bahlil dalam Kuliah Umum di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), disiarkan daring, Kamis (11/7/2024).
Usai mengetahui fakta itu, Bahlil klaim dirinya langsung melawan gugatan tersebut bersama kementerian lainnya untuk bekerja sama mempertahankan kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah di Indonesia.
"Dan begitu saya tahu, saya lawan itu dengan Pak Menko, dengan semua kementerian, kita bersama-sama bekerja sama," tambahnya.
Tidak berhenti di situ, Bahlil mengungkapkan, upaya yang dilakukan lintas kementerian tersebut membuahkan hasil berupa masuknya investasi asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.
"Investasi yang masuk untuk hilirisasi ekosistem baterai mobil dari Korea LG, itu investasinya kurang lebih sekitar Rp 160 triliun," ucapnya.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan dengan menutup ekspor nikel dari Indonesia, pemerintah bisa membangun industri kendaraan listrik secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Hal itu mengingat lantaran Indonesia punya sumber daya nikel melimpah yang mana nikel itu sendiri merupakan salah satu komponen utama pembuatan baterai kendaraan listrik.
"Mobil listrik ini ternyata 40% komponennya adalah baterai dan 60% adalah rangka mobil. Baterai mobil ini bahan bakunya itu ada empat, nikel, kobalt, mangan, dan lithium, Indonesia kita punya mangan, kobalt dan nikel," tutup dia.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Indonesia mengalami kekalahan dalam gugatan awal UE di WTO pada tahun lalu. Namun, saat ini pemerintah sedang mengajukan banding gugatan tersebut.
Hanya saja, pembukaan panel banding belum terbentuk karena terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO yakni Amerika Serikat (AS). AS meminta agar ada reformasi besar-besaran yang harus dilakukan di WTO.
"Sampai saat ini negosiasi pembentukan AB masih belum sepakat karena Amerika Serikat (AS) masih menolak. Seperti diketahui AS menolak karena menuntut dilakukannya total reformasi di WTO. Selama itu belum terjadi mereka akan tetap menolak dibentuknya Appellate Body," kata Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/4/2024).
Bara belum dapat memastikan kapan banding RI di WTO bisa berjalan. Ditambah lagi, dengan adanya blokade itu, ia menyebut bahwa Indonesia masuk ke antrian kasus 21 untuk berproses di Badan Banding WTO.
"Belum ada kepastian kapan AB akan terbentuk. Bisa tahun ini, bisa tahun depan. Dan kalau sudah terbentuk, case kita di antrian ke 21," ujarnya.
(dce)