Erick Akui Subsidi Membengkak Bikin Pemerintah Putar Otak Atur BBM

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Kamis, 11/07/2024 18:30 WIB
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir dalam SPBE Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia, Istana Negara, (27/5/2024). (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah tengah 'memutar otak' untuk bisa mengatur Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pasalnya, bila tak diatur lebih lanjut, subsidi akan semakin membengkak.

Di sisi lain, Erick mengakui bahwa saat ini daya beli masyarakat tengah lesu. Kondisi ini pula yang membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menahan harga BBM, termasuk non subsidi sejak awal tahun 2024.

"Pemerintah juga sangat mengerti kesulitan, kenapa BBM Januari tidak naik di bulan Maret April gak naik, karena daya beli masyarakat tertekan," kata Erick, saat ditemui di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Kamis (11/7/2024).


Tapi bila penyaluran BBM bersubsidi tak diatur, maka menurutnya ini akan berdampak pada subsidi yang makin membesar. Terlebih, lanjutnya, di tengah kondisi semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya harga minyak mentah.

"Tapi kalau dilihat dengan pelemahan dolar dan harga minyak (mentah dunia) naik, sebenarnya subsidi sangat besar," beber Erick.

Bila subsidi hanya terfokus pada BBM, maka menurutnya alokasi untuk sektor lainnya akan tertinggal, seperti sektor kesehatan dan pendidikan.

"Jangan sampai kita bangun infrastruktur tapi manusia Indonesia tidak dibangun. Akhirnya ke depan kita tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Apalagi kemarin ada pengumuman katanya IQ-nya rendah. Waduh pusing kita," tandasnya.

Dia mengakui bahwa selama setahun lebih ini pemerintah menggodok revisi aturan terkait konsumen yang berhak menikmati BBM bersubsidi, khususnya BBM Pertalite, yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

"Memang ada (revisi) Perpres 191 (tahun 2014) yang ingin BBM tepat sasaran dan ini sudah digodok hampir setahun lebih. Seyogyanya masyarakat yang mampu tak boleh gunakan BBM subsidi seperti listrik. Proses berlangsung, kita tunggu saja," tuturnya.

"Pembatasan tidak ada. Jumlah penduduk Indonesia makin banyak dengan tingkat ekonomi beda-beda. Jadi tepat sasaran yang diutamakan," ujarnya.

Lantas, saat ditanya kapan rencana pembatasan BBM Pertalite ini akan diberlakukan, Erick pun menjawab, "Gak tahu. Saya gak bisa jawab. Sebagai Menteri BUMN saya tinggal jalankan saja."

"Gak usah dipolemikkan itu sesuatu yang dari tahun ke tahun ada diskusinya," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah bakal menerapkan pembatasan pembelian volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 17 Agustus mendatang.

Hal ini ditempuh agar penyaluran BBM yang ditujukan untuk orang tidak mampu tersebut dapat tepat sasaran. Ia menilai, dengan adanya pembatasan pemberian BBM subsidi, diharapkan dapat menghemat keuangan negara yang selama ini tersedot cukup banyak.

Menurut Luhut, saat ini PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha penyalur BBM bersubsidi tengah menyiapkan agar proses pembatasan BBM bersubsidi dapat segera berjalan.

"Itu sekarang Pertamina sudah menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai. Di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangin," kata Luhut dari akun Instagramnya, dikutip Kamis (11/7/2024).

Seperti diketahui, pemerintah juga menargetkan subsidi dan kompensasi energi pada 2025 bisa terpangkas hingga Rp 67,1 triliun. Hal tersebut bisa tercapai bila transformasi subsidi dan kompensasi energi dijalankan dalam jangka pendek atau pada 2025 mendatang.

Mulai dari pengendalian subsidi LPG 3 kilogram (kg), penerapan tariff adjustment untuk pelanggan listrik non subsidi golongan rumah tangga kaya (3.500 VA ke atas) dan golongan pemerintah, dan pengendalian subsidi dan kompensasi atas BBM Solar dan Pertalite.

Konsumsi BBM Solar dan Pertalite diharapkan dapat berkeadilan dengan pengendalian kategori konsumen. Volume konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, yakni Solar dan Pertalite, dikurangi sebesar 17,8 juta kilo liter (kl).

Hal itu tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2025.

"Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun," tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro tersebut.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Danantara Mau Pangkas 888 Induk-Cucu BUMN Jadi 200 Perusahaan