
Proyek Kebanggaan Jokowi Bikin Impor Bijih Nikel RI Melejit, Loh?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia beberapa tahun belakangan ini cukup serius menggenjot program hilirisasi nikel. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dalam industri pengolahan domestik.
Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan mendorong pembangunan smelter nikel di dalam negeri. Namun di tengah semarak proyek hilirisasi kebanggaan Presiden Joko Widodo itu, terungkap adanya perusahaan Smelter asal Indonesia yang mengimpor bijih nikel dari luar negeri.
Adapun perusahaan yang dimaksud yakni, PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), pengelola smelter nikel di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tak tanggung-tanggung, mereka terpaksa harus mengimpor bijih nikel dari Filipina hingga 51.000 ton.
Direktur Utama PT Nityasa Prima sebagai konsorsium PT KFI, Ferro Industry Muhammad Ardhi Soemargo menjelaskan keputusan impor dilakukan guna memastikan agar smelter milik perusahaan yang berada di Desa Pendingin, Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dapat tetap beroperasi.
"Ketika bapak mengatakan kenapa kami harus ambil dari Filipina karena beberapa tambang belum dapat RKAB, ketika tambang belum ada RKAB maka kami gak bisa beli," kata dia dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, dikutip Rabu (10/7/2024).
Sementara, perusahaan memerlukan pasokan bijih nikel untuk diolah di proyek smelternya. Terlebih, terdapat 1.400 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya kepada smelter tersebut. Adapun, volume impor bijih nikel dari Filipina tercatat mencapai 51 ribu ton.
"Tadi ketika saya sampaikan kepada bapak pimpinan mengenai adanya nikel datang dari Filipina disampaikan bahwa nikel Filipina itu kami baru masuk hanya 1 vessel pak sekitar 51 ribu dan posisi kami hanya untuk membantu menambahkan hal-hal atau nickel ore yang saat ini kekurangan pak," tambahnya.
Sebelumnya, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus juga sempat buka suara perihal adanya perusahaan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang melakukan impor bijih nikel dari Filipina.
Alex mengakui Indonesia saat ini memang merupakan pemilik sumber daya dan cadangan nikel terbesar dunia. Tercatat, lanjutnya, total sumber daya bijih nikel mencapai 17 miliar ton dengan total cadangan bijih nikel mencapai 5 miliar ton.
Namun, stok bijih nikel dengan kadar 1,7% untuk keperluan smelter menurutnya sudah tidak banyak lagi. Sementara, sejumlah smelter nikel yang ada di dalam negeri juga harus dipastikan keberlangsungan operasinya.
"Yang kita impor ini adalah nikel dengan kadar fero tinggi untuk memenuhi spek feronikel kita, tetapi itu pun masih kecil, kita baru dua kapal kita impor ini," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (6/9/2023).
Menurut Alex, kebijakan perusahaan melakukan impor bijih nikel dari luar negeri karena pertimbangan spesifikasi khusus. Mengingat, suplai bijih nikel kadar tinggi di dalam negeri terus berkurang.
"Kita harus melihat juga bahwa itu suplai kadar tinggi sudah cukup berkurang, apalagi dengan beroperasinya smelter sekarang, sekarang smelter kita ini terutama untuk produk NPI itu, itu sudah membutuhkan lebih 200 juta metrik ton nikel high grade per tahun," tambahnya.
(ven/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nikel RI Nyata Diburu Pasar Dunia, Ini Bukti Terbaru