
"Neraka Bocor" di Jepang Makan Korban Jiwa, Negara Darurat Panas

Jakarta, CNBC Indonesia - Jepang sedang menghadapi gelombang panas yang tak biasa di tengah musim hujan, menyebabkan beberapa kematian di Tokyo dan mendorong pihak berwenang mengeluarkan serangkaian peringatan kesehatan.
Selama akhir pekan, wilayah Shizuoka di Jepang tengah menjadi yang pertama mencatat suhu mencapai 40 derajat Celsius tahun ini, jauh melampaui ambang batas 35 derajat yang diklasifikasikan oleh pejabat cuaca sebagai "sangat panas".
"Gelombang panas yang parah di tengah musim hujan ini sangat jarang terjadi," kata seorang pejabat badan cuaca kepada AFP, yang disebabkan sebagian oleh sistem tekanan tinggi dari Samudra Pasifik Selatan.
Pada Senin (9/7/2024), suhu juga mencapai rekor hampir 40 derajat Celsius di pos pengamatan di Tokyo dan di wilayah selatan Wakayama.
Beberapa hari terakhir, pihak berwenang telah mengeluarkan peringatan heatstroke di banyak bagian negara, mendesak warga untuk menghindari berolahraga di luar ruangan dan menggunakan pendingin udara.
Menurut kantor pemeriksaan medis kota, di ibu kota, tercatat tiga kematian terkait heatstroke pada Sabtu dan tiga lagi pada hari Senin, saat suhu mencapai sekitar 35 derajat Celsius di tengah hari.
"Tanpa AC, saya merasa sulit untuk bertahan hidup," kata Sumiko Yamamoto (75), warga Tokyo kepada AFP, seraya menambahkan bahwa ia merasa "suhunya sangat meningkat" dibanding tahun lalu.
"Dari nasihat di TV, saya berusaha tetap terhidrasi sebisa mungkin. Karena saya sudah tua, saya sangat berhati-hati agar tidak jatuh sakit," tambahnya.
Heatstroke sangat mematikan di Jepang, yang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Usia Yamamoto menempatkannya dalam kelompok yang sangat rentan terhadap heatstroke, bersama dengan bayi dan mereka yang hidup sendirian atau terlalu miskin untuk membeli pendingin udara.
Asosiasi Kedokteran Darurat Jepang pada Senin memperingatkan meningkatnya jumlah kematian akibat kelelahan panas di seluruh negeri, yang meningkat dari hanya beberapa ratus per tahun dua dekade lalu menjadi sekitar 1.500 pada tahun 2022.
Jumlah korban jiwa yang besar menunjukkan bahwa heatstroke sekarang menimbulkan bahaya setara dengan "bencana alam besar", kata kelompok tersebut, memperingatkan agar tidak melakukan kegiatan di luar ruangan yang tidak penting.
Eksekutif bisnis Tokyo, Mikio Nakahara (67) mengatakan perbedaan antara Tokyo 50 tahun lalu dan sekarang sangat mencolok.
"Tokyo tidak sepanas ini dulu," katanya kepada AFP. Namun hari-hari ini, "saya berusaha bekerja dari jarak jauh sebisa mungkin agar tidak perlu keluar rumah."
Dengan musim panas yang makin panas menjadi norma di seluruh dunia, turis seperti Ainhoa Sanchez (29) tidak terlalu terkejut dengan suhu di Tokyo.
"Jadi rencananya adalah jalan-jalan sedikit. Minum banyak cairan. Mungkin saat kita merasa terlalu panas, kita bisa masuk ke toko, melihat-lihat, bersantai sebentar, lalu kembali ke jalan," katanya kepada AFP.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Jepang telah mengeluarkan peringatan bahaya serangan panas untuk 26 dari 47 prefektur di negara tersebut. Masyarakat diimbau untuk tidak keluar rumah kecuali benar-benar diperlukan, menggunakan pendingin udara baik siang maupun malam, serta minum air yang cukup.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Neraka Bocor' Bakar AS, Suhu Pecahkan Rekor-Makan Korban Jiwa
