
Ampun! Bos Pengusaha Mobil Beri Peringatan Keras, Waspada PHK Menular

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dilaporkan tengah marak terjadi di puluhan perusahaan tekstil di dalam negeri. PHK tersebut terjadi karena pabrik harus tutup permanen, tapi ada juga perusahaan yang berusaha bertahan dengan melakukan PHK.
Kini ketakutan terjadinya PHK merembet pada sektor lain, yakni industri otomotif. Sektor yang sempat mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,82% pada 2021 ini tengah anjlok. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto pun mengkhawatirkan bakal terjadinya PHK pada sektor ini jika tidak ada bantuan dari pemerintah seperti insentif.
Pasalnya, tengah ada penurunan penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke diler sepanjang Januari-Mei 2024 yakni sebanyak 334.969 unit. Angka tersebut jeblok 21% year on year (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni dengan penjualan 423.771 unit.
"Kami coba bertahan terus, kalau ini bisa tadi dipikirkan segera, lalu dirundingkan, disepakati, pemerintah bisa memberikan insentif lagi, untuk sementara saja kok, ini tidak untuk seterusnya, untuk sementara saja, sambil bisa meningkatkan angka penjualan, semua bergerak lagi, pabrik-pabrik tadi, yang kami khawatirkan jangan sampai PHK, itu kan sangat-sangat tabu, jangan sampai ada PHK, ini multiplier-nya luar biasa," kata Jongkie kepada CNBC Indonesia dikutip Selasa (2/7/2024).
Padahal sektor otomotif memiliki ribuan rantai pasok, termasuk untuk komponen kecil seperti mur, baut hingga komponen besar seperti kaca hingga ban.
Berbagai industri itu menyumbangkan serapan tenaga kerja hingga 38 ribu orang tenaga kerja langsung serta 1,5 juta orang sepanjang rantai pasok otomotif dari tier-1 sampai tier-3. Karenanya insentif dari pemerintah dirasa bisa menyelamatkan.
"Kami usulkan kepada pemerintah, kami pikirkan bagaimana bisa menurunkan harga jual. Apakah pemerintah bersedia untuk juga memangkas pajak yang bisa dipangkas, dengan menurunkan pajak-pajak tertentu maka harga jual kendaraan bermotor kita bisa turun, dengan harga turun tadi, maka daya beli masyarakat yang tadi melemah, masih sanggup membeli, harganya masih terjangkau," kata Jongkie.
Ketika daya beli tengah melemah, dukungan eksternal seperti pinjaman dari leasing hingga perbankan pun tidak semudah dulu. Pandemi Covid-19 membuat banyak leasing mengetatkan syarat hingga persentase margin.
"Kenaikan suku bunga, BI Rate sekarang ada 6,25%, yang pernah dulu kita mengalami di 4 persen, bahkan di bawah 4 persen. Nah itu juga sangat mempengaruhi," ujar Jongkie.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Orang RI Masih Takut-Takut Beli Mobil Listrik, Ada Apa?
