Bos Ritel Tolak Aturan Zonasi Penjualan Rokok di RPP Kesehatan

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
28 June 2024 21:25
Pedagang menata rokok di warung eceran di kawasan pondok Bambu, Jakarta, Rabu, (26/10). Naiknya tarif cukai rokok dari waktu ke waktu, membuat sejumlah orang memilih alternatif rokok dengan harga murah. Ghofar pemilik warung eceran menjual berbagai macam Merk rokok mengatakan biasanya orang yang beralih rokok itu karena mencari harga yang lebih murah dengan jenis yang sama. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penjualan Rokok Murah (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menolak aturan zonasi penjualan rokok di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Menurutnya aturan itu sangat ambigu, sehingga akan sulit untuk diimplementasikan.

"Dalam RPP Kesehatan ada ayat yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menjual rokok kurang dari 200 meter dari pusat pendidikan (sekolah). Ini sangat ambigu, karena bagaimana praktik di lapangannya? Untuk mengukurnya 200 meter itu pelaksanaannya bagaimana? Bawa meteran? Memang ini masih RPP Kesehatan tapi nanti akan jadi Peraturan Pemerintah (PP), tapi yah pelaksanaannya kan harus detail," kata Roy kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Roy menilai, akan jauh lebih efektif jika pemerintah mendorong implementasi dari PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, yang mana aturan itu sudah jelas melarang penjualan rokok kepada usia di bawah 21 tahun, ketimbang memasukkan aturan zonasi penjualan rokok ke dalam RPP Kesehatan.

"(Aturan batas zonasi 200 meter dari pusat pendidikan) tentu tidak akan mudah diaplikasikan, dan sulit untuk dilaksanakan. Cukup dilarang saja menjual rokok ke anak berusia di bawah umum 21 tahun," tukasnya.

Lebih lanjut, Roy menyoroti impor rokok ilegal yang mengalami kenaikan. Di mana kondisi itu akan mengkhawatirkan pelaku usaha, sebab akan menggerus produk domestik bruto (PDB). Untuk itu, menurutnya pemerintah harus lebih cermat dalam menggodok RPP Kesehatan sebelum akhirnya RPP itu disahkan menjadi PP Kesehatan.

"Seharusnya rokok ilegal yang dibasmi, buka perdagangannya yang 200 meter yang seolah-olah itu jadi masalah besar kita bersama. Kita berharap pasal (zonasi 200 meter) itu tidak ada," kata Roy.

Sebagai catatan, Kemenkes menyatakan RPP Kesehatan itu bertujuan untuk menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula, meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok, melindungi kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat dari bahasa konsumsi dan atau paparan zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik yang dapat menyebabkan dampak buruk kesehatan, ekonomi, dan lingkungan, serta mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk aktif terlihat dalam upaya pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik.

Pasal itu juga akan melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektronik:

- menggunakan mesin layan diri

- kepada anak di bawah usia 18 tahun dan perempuan hamil

- secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu dan rokok elektronik

- dengan memajang produk tembakau dan rokok elektronik

- menggunakan jasa situs dan aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

Terkait produksi dan impor, RPP ini juga akan melarang kemasan rokok kurang dari 20 batang.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beras Premium Langka? Bos Peritel Modern Blak-blakan Ungkap Faktanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular