Internasional

Terungkap! Operasi Rahasia Israel Bungkam Suara Pro-Palestina di AS

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
26 June 2024 21:30
Demosntran pro-Palestina melakukan aksi unjuk ras di depan Gedung Putih, Washington, Amerikas Seriktat (AS), Selasa (28/5/2024). (REUTERS/Elizabeth Frantz)
Foto: Demosntran pro-Palestina melakukan aksi unjuk ras di depan Gedung Putih, Washington, Amerikas Seriktat (AS), Selasa (28/5/2024). (REUTERS/Elizabeth Frantz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel dilaporkan masih terus melakukan sejumlah upaya untuk melawan narasi warga pro-Palestina di Amerika Serikat (AS). Hal ini dilakukan saat Negeri Zionis terus mendapatkan kecaman atas aksi militernya menyerang wilayah kantong Palestina, Gaza.

Sejumlah aksi akademisi dan mahasiswa untuk membela Palestina pun terus dilakukan di beberapa kampus ternama di Negeri Paman Sam. Mereka terus berteriak agar Israel menghentikan serangannya dan menghormati warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza.

Hal ini membuat Israel melakukan langkah-langkah baru. Menteri Diaspora Israel, Amichai Chikli, dilaporkan menyusun sebuah kegiatan untuk menyadarkan publik AS dan Eropa terkait Israel yang diberi nama 'Konser'.

Konser sebelumnya mempelopori kampanye untuk mengesahkan undang-undang "anti-BDS" untuk menghukum para pihak yang menyerukan BDS. BDS sendiri merupakan gerakan boikot, divestasi, dan sanksi untuk Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.

Konser, yang saat ini bernama Voice of Israel, pun akhirnya mulai mencetak kemenangan. Hal ini ditandai dengan terbentuknya Institut Studi Anti Semitisme dan Kebijakan Global, atau ISGAP, yang menjadi rujukan beberapa anggota parlemen dari Partai Republik AS dalam menanggapi gelombang protes kampus di AS terhadap Israel.

"Laporan ISGAP menemukan bahwa semua universitas ini, mulai dari Harvard, mengambil banyak uang dari Qatar," tuding mantan anggota Knesset Israel, Natan Sharansky, dikutip The Guardian.

Selain ISGAP, Voice of Israel juga melakukan serangkaian inisiatif untuk meningkatkan dukungan terhadap negara Israel. Salah satunya adalah bermitra dengan Dewan Pemberdayaan Kulit Hitam Nasional (NBEC) AS, yang berujung pada surat terbuka dari politisi Demokrat Kulit Hitam untuk mendukung Israel.

"Kelompok lain, CyberWell, sebuah kelompok anti-disinformasi pro-Israel yang dipimpin oleh mantan intelijen militer Israel dan pejabat Voices, telah memantapkan dirinya sebagai 'mitra terpercaya' resmi untuk TikTok dan Meta, membantu kedua platform sosial tersebut menyaring dan mengedit konten," tulis The Guardian.

Tak hanya itu, Chikli juga menerapkan kampanye yang menyasar lingkungan akademik. Hal ini dilakukan melalui Hillel International, yang merupakan salah satu pendiri jaringan Koalisi Kampus Israel.

"Kami sedang mengubah administrasi. Baru minggu lalu, MIT, mengambil langkah untuk sepenuhnya menangguhkan cabang Students for Justice in Palestine karena melanggar batas, dan karena menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi mahasiswa Yahudi," kata Kepala eksekutif Hillel, Adam Lehmann.

Kemudian, Haaretz dan New York Times baru-baru ini mengungkapkan bahwa Israel juga memanfaatkan sebuah firma hubungan masyarakat untuk secara diam-diam menekan anggota parlemen Amerika. Nantinya, firma tersebut menggunakan ratusan akun palsu yang memposting konten pro-Israel atau anti-Muslim di X (sebelumnya Twitter), Facebook dan Instagram.

"Kementerian Urusan Diaspora membantah terlibat dalam kampanye tersebut. Namun faktanya mereka dilaporkan memberikan sekitar US$ 2 juta (Rp 32 miliar) kepada sebuah perusahaan Israel untuk postingan di media sosial," tambah laporan investigasi Guardian.

Sejumlah analis menilai laporan operasi Konser ini menguak betapa Israel terus berupaya untuk mengintervensi sejumlah kebijakan di AS, khususnya yang terkait dengan perang Gaza, kebebasan berpendapat di kampus-kampus, dan kebijakan Israel-Palestina.

"Ada fiksasi dalam mengawasi wacana Amerika mengenai hubungan AS-Israel, bahkan wacana kampus, mulai dari Israel, hingga ke Perdana Menteri Netanyahu," kata Eli Clifton, penasihat senior di Quincy Institute for Responsible Statecraft.

"Ada asumsi yang tertanam bahwa tidak ada yang aneh dalam memandang AS sebagai ladang terbuka bagi Israel untuk beroperasi, bahwa tidak ada batasan," timpal akademisi lainnya dari Yayasan Perdamaian Timur Tengah, Lara Friedman.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bantuan Makanan AS untuk Gaza Dikritik Hanya Formalitas, Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular