
Nasib Nasib! Rupiah Ambrol, Produksi Minyak Turun, Harga BBM Bisa Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi negara ini masih dalam tekanan. Terutama, ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang kian melemah dan sempat menyentuh Rp 16.470 per US$.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,3% di angka Rp 16.390 per US$ pada hari ini, Senin (24/6/2024).
Belum lagi, produksi minyak dalam negeri yang terus merosot dari tahun ke tahun, sehingga berimbas pada kenaikan impor minyak mentah.
Lantas, bagaimana analisis perkiraan harga BBM non subsidi untuk Juli 2024 mendatang?
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro memperkirakan harga BBM non subsidi pada bulan Juli 2024 berpotensi naik.
Dia mengatakan, hal itu mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni tren harga minyak yang meningkat, menurunnya produksi minyak, hingga melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Untuk harga BBM di bulan Juli (2024) kemungkinan ada penyesuaian cukup besar sebetulnya untuk yang non subsidi maupun subsidi. Tapi kalau yang subsidi dan tergantung dari anggaran pemerintah," jelasnya kepada CNBC Indonesia saat dihubungi, Senin (24/6/2024).
Komaidi menjelaskan, aspek pertama yang bisa memengaruhi naiknya harga BBM non subsidi bulan depan adalah harga minyak mentah dunia itu sendiri. Dia menilai harga minyak mentah dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan tren meningkat.
"Pertama, harga minyaknya itu sendiri itu kan rata-rata dalam beberapa waktu terakhir cukup tinggi meskipun naik fluktuasinya terjadi. Tapi secara rata-rata lebih tinggi dibanding asumsi APBN," ucapnya.
Selanjutnya, Komaidi menyebutkan aspek yang juga memengaruhi kemungkinan naiknya harga BBM non subsidi adalah produksi minyak mentah dalam negeri yang terus menurun, sehingga bisa menyebabkan impor terus melonjak.
"Yang kedua, lifting minyak turun artinya tidak sesuai dengan target semakin kecil sehingga porsi impornya naik," tambahnya.
Lebih lanjut, Komaidi mengatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US$ terus terdepresiasi. Bahkan hingga hari ini, Senin (24/6/2024), kurs rupiah berada di level Rp 16.475 per US$, terburuk sejak 4 tahun terakhir.
"Ketiga seperti yang disampaikan juga nilai tukar Rupiah-nya juga terdepresiasi. Ketiga variabel ini mendorong harga BBM ke level yang lebih tinggi," imbuhnya.
Dengan begitu, Komaidi menilai, jika nantinya akan ada kenaikan harga BBM khususnya non subsidi maka hal tersebut merupakan hal yang wajar sesuai dengan aspek ekonomi.
"Jadi kalau ada penyesuaian harga misalnya sebetulnya dari prinsip atau aspek ekonomi sesuatu yang wajar meski di dalam pertimbangan politik maupun pertimbangan lainnya bisa saja pendekatannya jadi beda," tandasnya.
Produksi Minyak Makin Lesu
Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR menyepakati usulan produksi terangkut (lifting) minyak dan gas bumi pada RAPBN 2025 sebesar 1,603-1,652 juta barel setara minyak per hari (boepd). Dengan rincian, lifting minyak 600-605 ribu barel per hari (bph) dan lifting gas bumi 1,003-1,047 juta boepd.
Target lifting minyak tersebut juga terpantau menurun dari target pada tahun 2024 ini.
Lifting minyak pada APBN 2024 ini ditargetkan sebesar 635 ribu bph. Namun, realisasi hingga Mei 2024 ini tercatat baru sebesar 561,9 ribu bph. Dengan demikian, perkiraan lifting minyak sampai akhir tahun 2024 ini diperkirakan hanya sekitar 595 ribu bph, lebih rendah dari target dalam APBN 2024 tersebut.
Adapun realisasi lifting minyak pada 2023 tercatat mencapai 605,5 ribu bph. Bila lifting minyak hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya 595 ribu bph, maka artinya produksi terangkut minyak pada tahun ini kembali menurun dibandingkan tahun lalu.
Begitu juga dengan realisasi penyaluran atau lifting gas bumi. Pada APBN 2024 lifting gas ditargetkan mencapai 1,033 juta boepd. Namun, sampai Mei 2024 hanya sebesar 939,8 ribu boepd. Oleh karena itu, perkiraan lifting gas sampai akhir tahun ini diperkirakan hanya sebesar 993,8 ribu boepd.
Sementara realisasi lifting gas pada 2023 tercatat mencapai 960 ribu boepd. Bila lifting gas sampai akhir tahun ini diperkirakan bisa mencapai 993,8 ribu boepd, maka artinya lifting gas meningkat dibandingkan realisasi pada 2023 lalu. Namun, bila lifting gas tetap berada di kisaran saat ini, maka artinya lifting gas juga mengalami penurunan dibandingkan capaian lifting pada tahun 2023 lalu.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga BBM Bakal Naik di Juli? Ini Jawab Menteri ESDM
