
Singgung Fiskal & Rupiah, Bank Dunia Beri Saran ini untuk Prabowo

Jakarta, CNBC Indonesia - World Bank atau Bank Dunia menilai kesinambungan fiskal menjadi sentimen yang kuat di pasar keuangan Indonesia. Hal ini yang memicu volatilitas rupiah cukup tinggi dalam beberapa minggu terakhir. Rupiah bahkan menyentuh level terburuk sejak pandemi, yakni Rp 16.440 per dolar AS pada akhir minggu lalu (21/6/2024).
World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste, Habib Rab mengatakan persepsi pasar saat ini terhadap risiko eksternal, sebenarnya telah menurun dari waktu ke waktu, termasuk indikator seperti tingkat credit default swap (CDS), yang pada kenyataannya, berada pada rekor terendah saat ini.
Namun, hal ini bukan berarti membuat pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya berpuas diri. Dia menilai reformasi fiskal harus dilanjutkan.
"Tentang reformasi seperti apa yang mungkin mereka lakukan? Maju? Tentu saja, salah satu caranya adalah dengan memobilisasi lebih banyak pendapatan. Kita tahu bahwa pengumpulan pajak dan mobilisasi pendapatan di Indonesia masih rendah," tegas Habib Rab, Senin (24/6/2024).
Beberapa yang bisa dilakukan, kata Habib Rab, adalah meninjau ulang insentif PPN, mendorong manfaat lebih bagi rumah tangga kelas menengah dan peningkatan kapasitas audit, serta efisiensi pengumpulan pendapatan.
Sebagai catatan, masalah kesinambungan fiskal, terkait dengan rasio utang pemerintah baru, menjadi sorotan investor. Bahkan, Prabowo-Gibran dikatakan akan menggerek rasio utang hingga 50% terhadap PDB.
Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran Thomas Djiwandono kembali menegaskan, Presiden Terpilih Prabowo Subianto tidak akan membuat rasio utang APBN pada 2025 melonjak hingga 50%.
Hal ini disampaikan Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran Thomas Djiwandono terhadap pemberitaan beberapa pekan terakhir yang menyebut batas rasio utang dalam APBN pada 2025 akan membengkak hingga 50% PDB.
"Rasio utang terhadap PDB yang pernah mungkin beberapa minggu lalu disebut di atas 50% itu tak mungkin," kata Thomas saat konferensi pers bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Ia menekankan, hal ini disebabkan defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 telah ditetapkan dalam rentang 2,29% sampai dengan 2,82% PDB, sehingga masih akan jauh di bawah batas aman rasio utang terhadap PDB sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.
"Nanti silahkan saja dihitung, intinya kami komitmen terhadap target yang sudah direncanakan kini dan telah disepakati dengan DPR," ucap Thomas.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi: Probabilitas RI Masuk Jurang Resesi Hanya 1,5%