
Fenomena 'Kiamat ATM', Artajasa Buka Suara!

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena semakin sedikitnya anjungan tunai mandiri atau Automatic Teller Machine (ATM) di Indonesia tengah marak, diiringi dengan kantor cabang perbankan yang kian menyusut.
PT Artajasa Pembayaran Elektronis selaku industri penyedia produk dan layanan transaksi pembayaran seperti ATM pun telah melihat fenomena ini sebagai implikasi semakin maraknya kemunculan transaksi digital.
"Melihat fenomena banyaknya bank yang menutup layanan ATM, memang saat ini ada penurunan perilaku transaksi nasabah di mesin ATM," Vice President Corporate Secretary Artajasa Ratih Febriana kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (20/6/2024).
Ratih mengatakan, tren perilaku transaksi yang tak lagi menggunakan ATM sebagai alat transaksi perbankan didominasi generasi muda. Mereka sudah bankable, tinggal mengakses mobile banking atau tarik uang tunai tanpa kartu, langsung bisa transaksi perbankan.
Selain itu bagi bank, penyediaan mesin ATM ataupun maintenance mesin ATM tentu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Perlahan bank pun mulai mengurangi Lokasi-lokasi terminal ATM dan mengalihkannya ke mobile banking.
Laporan Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jaringan kantor bank umum konvensional (BUK) yang masih didominasi oleh terminal perbankan elektronik (ATM/CDM/CRM) memang kini tersisa 91.412 unit per Kuartal IV-2024. Jumlah itu menyusut 1.417 unit dari setahun sebelumnya 92.829 unit dari tiga bulan sebelumnya.
Sementara itu, jaringan kantor BUK sendiri di seluruh Indonesia tersisa 115.539 per Kuartal IV-2023, berkurang 4.676 unit. Berbanding terbalik dengan meningkatnya jumlah transaksi memanfaatkan perkembangan teknologi digital, seperti Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) yang diluncurkan Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019.
Bank Indonesia (BI) mencatat, hingga April 2024 transaksi QRIS tumbuh 194,06% secara tahunan (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 48,90 juta dan jumlah merchant 31,86 juta yang sebagian besar adalah merchant UMKM. Sementara, pembayaran menggunakan kartu ATM/Debit, tercatat turun 12,49% (yoy) atau mencapai Rp 619,19 triliun.
Nominal transaksi digital banking pun sudah mencapai Rp 5.340,92 triliun atau tumbuh 19,08% (yoy) dan nominal transaksi uang elektronik (UE) meningkat 33,99% yoy sehingga mencapai Rp 90,44 triliun.
Meski mengakui digitalisasi transaksi kian marak memengaruhi turunnya penggunaan layanan ATM, Ratih menekankan, Artajasa masih memiliki ruang untuk terus mengoperasikan layanan ATM, sebab tak semua wilayah di Indonesia saat ini penduduknya bankable atau mampu mengoperasikan layanan bank secara digital.
"Namun perlu diingat, di masyarakat Indonesia masih ada segmen nasabah yang unbanked dan underbanked yang masih membutuhkan uang tunai. Jadi, bank mungkin tidak akan sampai menghilangkan seluruh mesin ATM, tetapi perlahan menguranginya sambil terus melakukan edukasi maupun sosialisasi mengenai transaksi digital kepada seluruh nasabah/masyarakat," tegasnya.
Penyediaan mesin ATM di lokasi-lokasi strategis bahkan menjadi peluang baru bagi Artajasa untuk mengembangkan layanan Managed Service Artajasa, yaitu pengelolaan atau penyediaan terminal transaksi baik ATM maupun EDC bagi pelanggan-pelanggan maupun bagi institusi lain yang membutuhkan. Tujuannya agar kebutuhan transaksi perbankan dapat tetap terpenuhi.
Salah satunya adalah melalui layanan ATM Plus, yang sejak tahun lalu telah dioperasikan Artajasa di berbagai convenience store (mayoritas Indomaret dan beberapa Alfamart) di wilayah Pulau Jawa. Saat ini lebih dari 500 mesin ATM Plus telah hadir dengan rata-rata transaksi per harinya mencapai 45 transaksi. Pada akhir tahun target Artajasa pun menargetkan masih bisa mengoperasikan 1.000 ATM Plus.
"Menurut data yang kami miliki, penarikan uang tunai masih merupakan fitur yang paling banyak dilakukan/dibutuhkan oleh nasabah di ATM. Disusul transfer antar bank, cek saldo dan pembayaran. Ini membuktikan bahwa kebutuhan uang tunai masih sangat besar. Itu target market kami dalam mengembangkan ATM Plus ini," tegas Ratih.
Sebagai informasi tambahan, banyaknya ATM dan kantor cabang yang tutup serta meningkatnya transaksi dengan menggunakan internet berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor perbankan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan jumlah tenaga kerja di sektor keuangan dan asuransi menurun 7,8% pada per Agustus 2023 dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 atau Agustus 2019.
Setelah pandemi usai, penambahan tenaga kerja pada sektor tersebut juga sangat lambat yakni hanya naik 0,65% dalam setahun terakhir.
Data serupa juga tercermin dari Laporan Tahunan empat bank besar yakni PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, PT Bank Central Asia (BCA), dan PT Bank Negara Indonesia (BNI).
Dalam rentang waktu lima tahun terakhir (2019-2023), jumlah pegawai BRI misalnya berkurang drastis 18,4%, penambahan karyawan Bank Mandiri hanya 1,15%, dan BNI hanya 1,32%. Hanya BCA yang menambah karyawan cukup besar yakni 8,58%.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lebaran 2024, BI Siapkan Uang Tunai Rp 197 Triliun