
Saham Bank Naik Jelang Pengumumuman BI Rate, IHSG Melesat Nyaris 1%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali bergairah pada perdagangan sesi I Kamis (20/6/2024), jelang keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada hari ini.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melesat 0,94% ke posisi 6.789,91. IHSG masih cenderung bertahan di level psikologis 6.700.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 12,6 triliun dengan volume transaksi mencapai 17 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 486.409 kali.
Secara sektoral, sektor keuangan menjadi penopang terbesar IHSG pada sesi I hari ini yakni mencapai 2,19%.
Selain itu, beberapa saham menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Sejalan dengan sektor keuangan yang menjadi penopang IHSG, saham-saham perbankan raksasa mendominasi penggerak IHSG di sesi I hari ini, dengan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi yang paling besar yakni mencapai 16,4 indeks poin.
IHSG cenderung bergairah menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Juni 2024. Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 11 lembaga/institusi dengan sepakat memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun penurunan pada pertemuan Juni ini.
Sebelumnya, pada RDG BI periode April 2024, BI menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp). Kemudian dilanjutkan dengan menahan suku bunganya pada Mei 2024 mengingat kondisi rupiah cenderung relatif stabil.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan BI Rate ditahan mempertimbangkan kebijakan moneter yang yang antisipatif untuk menahan laju inflasi tetap di kisaran sasaran 2,5% plus minus 1% hingga akhir tahun ini sampai 2025.
"Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran," kata Perry saat konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
"Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor. Inflasi AS pada April 2024 tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024," tambah Perry.
Selanjutnya, dalam Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (4/6/2024), Perry menuturkan alasankondisi inflasi global yang masih tinggi dan lambat penurunannya menyebabkan dolar AS cenderung perkasa.
"Ini juga karena harga komoditas global, ketiga ini juga menunjukkan bahwa The Fed akan turunkan suku bunga akhir tahun ini," kata Perry.
"Ini membuat ketidakpastian kenapa indeks dolar AS masih sangat kuat," tambahnya.
Perry mengungkapkan, perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 juga tidak berlanjut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an