
Uni Eropa Warning Prancis hingga Italia, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Uni Eropa (UE) pada Rabu (19/6/2024) memperingatkan Prancis dan enam negara Eropa lain karena melanggar aturan pengeluaran UE. Keenam negara lainnya adalah Belgia, Italia, Hungaria, Malta, Polandia, dan Slovakia.
Melansir AFP, ketujuh negara bagian tersebut memiliki defisit atau selisih antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah, di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini melanggar aturan fiskal blok tersebut.
Badan eksekutif UE mengatakan "pembukaan prosedur defisit berlebihan berdasarkan defisit diperlukan" untuk ketujuh negara. Defisit tersebut sebagian besar merupakan warisan dari pandemi Covid dan krisis harga energi yang menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Prancis menjadi sorotan karena merupakan ekonomi terbesar kedua di UE dan menghadapi kekacauan politik setelah Presiden Emmanuel Macron mengadakan pemilihan umum nasional dadakan pada 30 Juni-7 Juli sebagai tanggapan atas hasil buruk partainya dalam pemilihan Eropa.
Langkah-langkah disipliner, yang dikenal sebagai prosedur defisit berlebihan, akan menjadi langkah pertama sejak Uni Eropa menangguhkan aturan fiskalnya. Ini bertujuan untuk mencegah pinjaman berlebihan pada tahun 2020 dan kemudian mereformasi kerangka kerja untuk memperhitungkan realitas ekonomi baru dari utang pascapandemi yang tinggi.
Prancis mengalami defisit anggaran sebesar 5,5% dari produk domestik bruto pada tahun 2023, yang diperkirakan hanya akan menyempit sedikit menjadi 5,3% tahun ini, masih jauh di atas batas defisit UE sebesar 3% dari PDB.
Utang publik Prancis mencapai 110,6% dari PDB pada tahun 2023 dan Komisi memperkirakan utang akan meningkat menjadi 112,4% tahun ini dan 113,8% pada tahun 2025. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari batas UE sebesar 60%.
Pembicaraan antara Paris dan Komisi UE tentang seberapa cepat pengurangan defisit dan utang Prancis akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang, setelah eksekutif UE mengusulkan kepada Paris jalur tujuh tahun untuk menekan utang.
"Pemerintah mana pun yang dibentuk setelah pemilihan pada tanggal 7 Juli akan menghadapi kewajiban untuk bekerja sama dengan Komisi guna menentukan strategi jangka menengah," kata seorang pejabat kementerian keuangan Prancis.
"Pada akhirnya, mereka harus menghasilkan strategi yang koheren dengan Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan yang baru," kata pejabat tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Presiden Prancis Macron Sebut Uni Eropa dalam Bahaya dan Bisa 'Mati'
