
AS Tak Baik-Baik Saja, "Tsunami" Kebangkrutan Kini Hantam Amerika

Jakarta, CNBC Indonesia - "Tsunami" kebangkrutan kini terjadi di Amerika Serikat (AS). Hal ini diyakini akan semakin banyak beberapa bulan ke depan dan berisiko ke pekerja-pekerja AS.
Hal ini dikatakan "peramal" Wall Street Danielle DiMartino Booth, yang juga CEO QI Research. Ia mengatakan telah melihat peningkatan kebangkrutan perusahaan selama setahun terakhir, yang menjadi tanda bahwa dunia usaha sedang berjuang di bawah suku bunga yang lebih tinggi dan kondisi keuangan yang lebih ketat.
"Ini menandai jumlah kebangkrutan tertinggi yang tercatat dalam 12 bulan terakhir, dan jumlah tersebut akan terus meningkat," kata Booth, dikutip Business Insider, Rabu (19/6/2024).
"Sembilan perusahaan senilai US$50 juta (sekitar Rp818 miliar) atau lebih telah bangkrut sepanjang tahun ini, yang merupakan laju pengajuan kebangkrutan besar tercepat sejak pandemi," tambahnya.
Booth memperkirakan jumlah kebangkrutan di atas US$ 50 juta ini juga akan meningkat menjadi 25 pada akhir Juni. Ini melampaui puncak pengajuan kebangkrutan perusahaan besar selama pandemi.
"Saya pikir siklus kebangkrutan yang mencapai puncaknya akan cukup untuk 'menjinakkan' inflasi," kata Booth lagi.
"Ketika Anda mengalami kebangkrutan besar-besaran, likuidasi, dan sebagainya, Anda benar-benar kehilangan pendapatan. Gaji Anda benar-benar hilang," ujarnya.
"Pasar kerja AS masih berada pada kondisi yang kuat, namun tingkat pengangguran telah meningkat hingga 4%. Sementara itu, perekonomian telah kehilangan sekitar satu juta pekerja penuh waktu selama 12 bulan terakhir," kata Booth.
Usaha kecil juga merasakan tekanan dari kondisi keuangan yang lebih ketat dan upah yang lebih tinggi. Menurut data Indeks Indeks Optimisme Usaha Kecil AS, sekitar 10% pemilik usaha kecil mengatakan biaya tenaga kerja adalah "satu-satunya masalah terpenting" mereka.
Sementara itu, dalam laporan Challenger, Gray, dan Christmas, perusahaan-perusahaan telah memberi isyarat bahwa mereka membatalkan perekrutan dan siap melakukan PHK di AS. Sebanyak 63.000 perusahaan lainnya mengumumkan rencana untuk memberhentikan pekerjanya pada bulan Mei sedangkan perekrutan pekerja turun ke tingkat paling lambat sejak tahun 2014.
"Masa yang sangat genting bagi usaha kecil yang menghasilkan 40% lapangan kerja di Amerika," kata Booth lagi.
Sebelumnya, Booth sebelumnya berpendapat bahwa perekonomian sudah berada dalam resesi karena lemahnya pasar tenaga kerja. Menurut salah satu indikator pengangguran, pasar kerja tergelincir ke dalam resesi pada bulan Oktober tahun lalu.
"Kita harus mengantisipasi lebih banyak PHK yang akan memukul perekonomian dalam beberapa bulan mendatang," ujarnya.
Sebenarnya data Booth juga sempat dimuat S&P Global. Mengutip laman resminya, kebangkrutan perusahaan di AS telah meningkat 88% hingga April 2024.
Pengajuan kebangkrutan perusahaan-perusahaan AS pada bulan April naik ke tingkat tertinggi dalam satu tahun karena perusahaan-perusahaan terus merasakan beban suku bunga yang tinggi. Sampai April 2024 saja ada 210 perusahaan mengajukan kebangkrutan.
"Laju kebangkrutan telah meningkat sejak awal tahun ini, meskipun 210 pengajuan yang tercatat selama empat bulan pertama tahun 2024 sedikit lebih rendah dibandingkan 224 pengajuan yang tercatat dalam jangka waktu yang sama pada tahun 2023," kata S&P.
"Memudarnya harapan akan suku bunga yang lebih rendah kemungkinan besar berkontribusi pada peningkatan pengajuan, karena perusahaan-perusahaan yang mungkin tidak berharap untuk menurunkan suku bunga di awal tahun menyadari kenyataan bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," jelasnya.
Mengutip data Trading Economics, AS mencatat pertumbuhan ekonomi 1,3 di kuartal pertama (Q1) 2024 secara tahunan (yoy). Data ini turun dari periode sama di Q1 2023, di mana ekonominua tumbuh 3,4%.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tsunami Bangkrut Hantam Jepang, 1.000 Perusahaan Gulung Tikar 1 Bulan
