Krisis Baht 1997, George Soros, dan 'Kiamat' Ekonomi RI

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Rabu, 19/06/2024 15:10 WIB
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak banyak yang tahu, depresiasi mata uang Baht Thailand ternyata menjadi awal mula bencana ekonomi bagi RI. Saat itu, Rabu, 2 Januari 1997, ekonomi Thailand terguncang. Baht Thailand berfluktuasi dan melemah hingga 20% melawan dolar AS.

Penyebabnya karena Bank Sentral Thailand secara resmi mengubah kebijakan nilai tukarnya dari semula mengambang terkendali (managed floating) menjadi mengambang bebas (free floating). Artinya, kurs sepenuhnya digerakkan oleh mekanisme pasar.

Adapun, perubahan ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pada awal tahun, [perusahaan pengelola investasi Quantum Group of Funds pimpinan George Soros melakukan spekulasi dengan meminjam Baht Thailand dalam jumlah besar.


Spekulasi ini menguatkan mata uang dolar AS dan menggerus transaksi dengan Baht Thailand. Bank Sentral bereaksi cepat, tetapi tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, kebijakan free floating dikeluarkan yang membuat Baht tunduk pada dolar AS.

Semakin perkasanya dolar AS membuat mata uang Asia dan dinamika pasar modal lainnya melemah. Malaysia, Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, Filipina, dan Indonesia terdampak paling berat.

Namun, beberapa hari setelah Thailand mengubah kebijakan, kurs rupiah terhadap dolar AS ikut hancur.

Akibatnya, sejarawan M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2009) mencatat rupiah yang berada di kisaran Rp 2.500 per US$, terdepresiasi sebesar 9% menjadi Rp 4.000 per US$.

Pada puncak, rupiah menyentuh level Rp 17.000 per US$, setelah Bank Indonesia menerapkan kebijakan free floating terhadap kurs rupiah.

"Bursa saham Jakarta hancur. Hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut, tabungan kelas menengah lenyap, dan jutaan pekerja diberhentikan dari pekerjaan mereka," tulis Ricklefs.

Saat itu, terjadi rakyat mulai menjerit karena harga kebutuhan hidup dasar mulai meroket naik. Mereka alhasil mulai turun gunung ke jalanan bersama para mahasiswa.

Perlahan situasi yang semula krisis ekonomi berubah menjadi krisis politik.

Dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Maret 1999 yang ditulis oleh Lepi T. Tarmidi, dijelaskan bahwa konsekuensi dari krisis moneter ini yakni Bank Indonesia (BI) pada 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistem managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978.

Dengan demikian BI tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Utang RI Naik Jadi Rp7.074 T, Thailand Longgarkan Impor AS