Apartemen Dekat LRT Tak Laku, Ternyata Ini Biang Keroknya

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Rabu, 19/06/2024 13:45 WIB
Foto: Ilustrasi Apartemen. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa proyek tempat tinggal yang dekat dengan transportasi umum atau transit oriented development (TOD) seperti apartemen dan kondominium masih belum digandrungi oleh banyak masyarakat ibu kota. Misalnya, apartemen yang lokasinya berdampingan dengan LRT atau jalur transportasi umum lainnya.

Padahal secara jarak dengan akses ke perkotaan lebih mudah, ternyata penyebabnya karena faktor harga dan belum terintegrasinya semua transportasi umum.

"TOD ini dari segi penjualan juga belum seperti yang diharapkan, jadi belum booming banget lah, tergolong rendah. Kebanyakan orang cenderung pilih rumah tapak di kawasan sekitar Jabodetabek meskipun jauh lokasinya dari transportasi umum," kata CEO Leads Property Hendra Hartono kepada CNBC Indonesia, Rabu (19/6/2024)..


"Faktor overpriced. Isu pertama, kecepetan ngebangunnya. Judulnya LRT City tapi sampai mana sih? Misal orang mau pergi ke dua tempat, pagi ke Sudirman, siangnya ke Kebon Jeruk. Nah dua tempat ini integrasinya belum, jadi terlalu dini membangunnya," ungkapnya menjelaskan penyebab masih rendahnya minat properti di kawasan TOD.

Berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, harga TOD cenderung tinggi misalnya LRT Cibubur dijual dengan harga Rp606 juta, namun karena ada harga khusus menjadi Rp497 juta jika cash keras dan menjadi Rp557 juta jika cash bertahap.

Kemudian Mahata Tanjung Barat untuk tipe Studio luas 21 m2 harga promonya sudah di atas Rp600 jutaan, bahkan hingga Rp681 juta. Di TOD lainnya seperti Mahata Margonda dengan tipe 36 harganya sudah tembus di atas Rp900 juta untuk Tower A maupun B.

Tingginya harga tersebut membuat banyak masyarakat yang cenderung lebih memilih rumah tapak meski jauh di pinggiran ibu kota. Padahal negara lain seperti Jepang sudah banyak yang mengadopsi TOD.

"Di Jepang namanya TOD sudah biasa, mindset mereka semakin dekat dengan TOD semakin bagus karena budaya mereka ukurannya lebih kecil dari Indonesia. Kalau di sini karena rata-rata dua orang anak minimal 2 bed room," kata Hendra.

Secara keseluruhan, terdapat pasokan 10.232 unit yakni 74% apartemen servis dan 26% apartemen non-servis. Berdasarkan lokasi 49% berada di kawasan pusat bisnis Jakarta (Central Business District/ CBD) dan 51% di luar Central Business District (CBD).

Adapun tingkat hunian apartemen sewa mencapai 65% untuk apartemen servis dan 50% untuk apartemen non servis.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pengusaha Hotel Tertekan, Apartemen & Homestay "Ngamuk"