
Pengusaha Curhat, Buka Banyak Lapangan Kerja Tapi Dihantui Momok Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha meminta pemerintah tidak pukul rata dalam memperlakukan industri padat karya dan padat modal. Sebab, industri padat karya mampu menyerap lapangan kerja lebih besar. Karena itu, kebijakan pengupahan di dalam negeri disebut sebagai momok yang bisa memicu polemik bagi sektor padat karya di dalam negeri.
Hal itu disampaikan Anggota Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Desi Sulastri. Dia mengatakan, meski kenaikan upah hanya bergeser Rp1.000 saja per orang, akan sangat memberikan imbas yang besar terhadap industri padat karya. Karena itu, ia meminta kepada pemerintah jangan memukul rata industri padat karya dengan padat modal.
"Kita berharap industri ini jangan disamakan dengan industri padat modal pada umumnya. Karena industri inilah yang sangat terimbas dengan kenaikan upah, bergeser Rp1.000 saja itu benar-benar berpengaruh, sebab jumlah karyawannya yang ada ribuan," kata Desi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/6/2024).
Industri padat karya, ujarnya, merupakan industri yang istimewa. Semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan, jenjang pendidikan selama memiliki kemampuan tulis, baca, dan memiliki keinginan untuk bekerja pasti diterima bekerja di perusahaan padat karya. Bahkan, lanjut dia, pasangan suami istri (pasutri) pun bisa bekerja di satu perusahaan yang sama.
"Pasutri dan/atau lulusan SD boleh bekerja. Asalkan yang pertama dia niat bekerja, mau belajar, dan kalau punya skill ya itu yang dibutuhkan perusahaan. Industri padat karya kan rata-ratanya menjahit. Itu bisa langsung kami terima, walaupun mereka nggak berpendidikan tinggi," ujarnya.
Desi mengatakan, pihaknya tidak akan membuat kualifikasi yang sulit. Karenanya, dia melihat industri padat karya merupakan industri yang istimewa dan sangat inklusif. Siapapun bisa mengakses lapangan pekerjaan ini.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Tahun Terakhir Jokowi Menjabat, 15.114 Pekerja Tekstil Kena PHK
