
Aneh! Makan Nikel RI Cuma Sedikit, Bisa-bisanya Eropa Gugat RI di WTO

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) membeberkan bahwa Indonesia saat ini berkontribusi dalam pemenuhan nikel dunia hingga hampir 50% dari total kebutuhan dunia.
Namun di lain sisi, kebijakan Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri ditentang oleh dunia, khususnya dari Uni Eropa (UE). Bahkan, Uni Eropa menggugat Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak 2020 lalu.
Ketua Kajian Strategis Pertambangan Perhapi Muhammad Toha mengatakan, anehnya UE sendiri sejak 2018 tercatat hampir tidak pernah lagi mengimpor nikel dari Indonesia. Sedangkan besaran ekspor nikel dari Indonesia justru lebih mendominasi dikirim ke China.
"Kalau kita cermati, konsumsi produksi nikel Indonesia paling besar itu kan sebenarnya diekspor ke China. Nyaris kita bahkan sejak tahun 2018 itu tidak pernah mengekspor produk kita itu ke Uni Eropa. Itu fakta yang sebenarnya harus kita ketahui bersama," tuturnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Kamis (13/6/2024).
Dia menilai, sebenarnya keterikatan produk nikel Indonesia ke Uni Eropa hampir tidak ada. Dasarnya, Toha menyebutkan bahwa Uni Eropa mengimpor kebutuhan nikelnya dari Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan nikel UE sebesar 2%-3% saja.
"Setelah itu Uni Eropa itu tidak pernah mengimpor produk nikel dari Indonesia. Jadi artinya sebenarnya ketergantungan industri nikel Uni Eropa terhadap hasil produksi nikel Indonesia itu sebenarnya pada dasarnya tidak besar, tidak signifikan," tambahnya.
Senada dengan itu, Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengungkapkan bahwa pihaknya sempat bertanya kepada pihak UE kenapa kebijakan pelarangan ekspor nikel Indonesia harus sampai dibawa ke WTO.
Dia mengatakan, kemungkinan UE menentang kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel Indonesia lantaran tren dunia atas produksi kendaran listrik yang membutuhkan nikel lebih banyak komponen nikel dalam baterai kendaraan listrik.
"Jadi mungkin mereka juga melihat bahwa mereka juga ingin membangun industri elektro vehicle, EV. Sehingga mereka memang memerlukan ingredient untuk membuat baterai, sehingga memerlukan akses untuk raw material dari nikel terhadap Indonesia," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
Namun, dia klaim Indonesia akan tetap bersikukuh terhadap kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah agar bisa membuat hilirisasi produk nikel di dalam negeri dan mendorong ekosistem baterai kendaraan listrik.
"Tapi yang penting kan di sini kita mempunyai posisi yang sangat jelas. Dan saya pikir kita memang sudah melakukan hal-hal untuk terus mempertahankan posisi itu. Dan jelas memang kita mempunyai peranan sangat besar dalam mendominasi supply chain dari hal-hal yang berhubungan dengan nikel. By-productnya bisa macam-macam, bisa stainless steel, bisa baterai untuk EV," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa saat ini Uni Eropa mau bernegosiasi dengan Indonesia. Hal itu pasca Uni Eropa menggugat Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia atas larangan ekspor nikel Indonesia.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2022 lalu Indonesia kalah atas gugatan di WTO oleh Uni Eropa. Namun demikian, Indonesia sedang dalam proses mengajukan banding atas kekalahan gugatan itu.
Menko Marves Luhut menegaskan bahwa saat ini Uni Eropa mau bernegosiasi dengan Indonesia supaya Indonesia tidak melakukan ekspor lanjutan dari produk nikel seperti stainless steel.
"Uni Eropa mau nego sama kita. Di WTO mereka bilang tier 2-3 jangan dilarang ekspor," ungkap Luhut dalam HUT ke-52 HIPMI dan Pencanangan Hari Kewirausahaan Nasional, Senin (10/6/2024).
Luhut secara tegas mengatakan bahwa saat ini, Indonesia memiliki ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) yang besar. Bahkan, diprediksi Indonesia akan menjadi negara paling maju dalam hal ini.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Proyek Kebanggaan Jokowi Bikin Impor Bijih Nikel RI Melejit, Loh?
