Internasional

Perang Baru China VS Eropa Meletus, Ini Kronologi & Penyebabnya

sef, CNBC Indonesia
13 June 2024 12:05
Ilustrasi Bendera China dan Bendera Eropa. (John Thys via AP/File Foto)
Foto: Ilustrasi Bendera China dan Bendera Eropa. (AP/John Thys/File Foto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa (UE) resmi menabuh genderang perang baru dengan China. Blok tersebut menaikkan tarif mobil listrik yang diimpor dari Tirai Bambu.

Ini memicu teguran China. Pasalnya bagi Beijing, UE merupakan pasar yang penting dan berkembang bagi industri otomotifnya.

Dalam aturan baru yang diketok Rabu waktu setempat, UE memutuskan menentapkan tambahan tarif antara 17,4% dan 38,1% ke mobil listrik China. Ini diluar bea masuk yang sudah ada sebelumnya sebesar 10%.

Dalam hitungan tertinggi, tingkat keseluruhan maksimal yang harus dibayar bisa mendekati 50%. Hal ini menyebabkan China meradang.

Bagaimana kronologi dan penyebabnya?

Keputusan itu menyusul penyelidikan atas "dukungan" negara Tiongkok terhadap pembuat kendaraan listrik. Komisi Eropa, badan eksekutif UE, meluncurkan penyelidikan khusus pada Oktober 2023.

Penyelidikan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah harga kendaraan listrik China terlalu rendah karena subsidi sehingga merugikan produsen mobil Eropa. Komisi mengatakan penyelidikannya untuk sementara menyimpulkan bahwa industri kendaraan listrik di China "mendapat keuntungan" dari subsidi yang tidak adil, yang menyebabkan ancaman kerugian ekonomi.

Kebijakan Eropa ini sebenarnya mengikuti sikap protektif Amerika Serikat (AS) yang lebih dulu terjadi. Para pejabat Barat khawatir bahwa lapangan kerja dan industri-industri penting yang strategis akan terhapus oleh impor murah dari China.

Di sisi lain, UE juga menyelidiki dukungan China terhadap perusahaan turbin angin dan pemasok panel surya. Namun belum ada arahan apakah tarif yang sama akan dikenakan.

Mengutip CNN International, Eropa kini bak dalam dilema karena harus mencapai keseimbangan antara melindungi industrinya dan mewujudkan komitmen terhadap perekonomian ramah lingkungan, mencakup larangan penjualan mobil berbahan bakar bensin dan diesel baru mulai tahun 2035.

"Transisi ramah lingkungan UE tidak dapat didasarkan pada impor yang tidak adil dengan mengorbankan industri UE," kata Komisi lagi.

Perlu diketahui, kebijakan tarif ini masih sementara. Keputusan apakah bisa menjadi permanen akan berlaku November nanti.

Perusahaan Terdampak

Diketahui setidaknya tarif baru itu sudah terdampak ke tiga perusahaan kendaraan listrik besar. Yakni BYD, yang bersaing dengan Tesla untuk posisi sebagai penjual baterai EV terbesar di dunia, Geely dan SAIC.

BYD dikenai bea tambahan terendah yakni 17,1%. Sementara Geely, pemilik Volvo asal Swedia, 20% dan SAIC dikenai tarif tertinggi 38,1%.

Dalam penjelasannya UE berjanji akan memberi keringanan ke produsen kendaraan listrik lainnya di China asal mereka mau bekerja sama dengan penyelidikan blok tersebut dan bea maksimal bagi yang sebaliknya. Dikatakan bagi yang kooperatif bea tambahan sebesar 21%, sedangkan produsen yang tidak bekerja sama akan dikenakan 38,1%.

Bagaimana Tesla?

Tesla sendiri memiliki pabrik mobil listrik di China. Ini pun jadi pengawasan UE.

"Tesla, yang banyak memproduksi mobilnya di Tiongkok, dapat menerima tarif bea yang dihitung secara individual pada tahap selanjutnya menyusul permintaan yang dibuat oleh produsen mobil tersebut," kata Komisi UE.

Perang Baru

Eropa merupakan tujuan utama ekspor kendaraan listrik China. Menurut Rhodium Group, sebuah wadah pemikir, tahun lalu, nilai impor mobil listrik UE dari China mencapai US$11,5 miliar atau sekitar Rp 187 triliun (Rp 16.282/1 US$), naik dari hanya US$1,6 miliar pada tahun 2020,

Tarif kendaraan listrik baru ini kemungkinan akan membuat negosiasi keras antara China dan UE. Dalam pernyataan Rabu pagi sebelum keputusan Eropa, China sudah mengancam akan memberikan balasan.

"Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi pasar dan aturan perdagangan internasional, melemahkan kerja sama ekonomi dan perdagangan China-UE serta stabilitas produksi mobil global dan rantai pasokan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian.

"China akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk secara tegas menjaga hak dan kepentingan sahnya," ancamnya.

Hal ini juga diamini kepala riset otomotif di konsultan Rho Motion Will Roberts.

Reaksi Beijing terhadap tarif tersebut, kata dia, dapat mengarah pada perang dagang dengan Eropa.

"Yang akan berdampak buruk bagi kawasan yang masih sangat bergantung pada rantai pasokan yang didominasi China untuk mencapai tujuan iklimnya yang tinggi," tegasnya.

Risiko bagi internal Eropa juga muncul. Produsen mobil Eropa sendiri sudah banyak yang memproduksi mobil di China dan kemudian menjualnya kembali ke Eropa, yang diyakini lebih mahal ke konsumen karena tarif yang tinggi.

Selain itu, produsen mobil Jerman sangat juga bergantung pada China dalam penjualannya. Pembalasan dari Beijing dapat membuat "hidup mereka lebih sulit".

"Tesla menyumbang lebih dari separuh kendaraan listrik baterai yang diimpor oleh UE tahun lalu, dengan merek Volvo dan Renault Dacia juga memasok volume yang signifikan," ungkap Roberts.

"BYD hanya menguasai 1,5% pasar UE sepanjang tahun ini tetapi menargetkan 5% tahun depan," tambahnya.

Sementara itu analisis Rhodium Group mengatakan bisa saja muncul penolakan terhadap keputusan Komisi Eropa dari negara anggota sendiri. Bisa saja upaya pemblokiran dilakukan.

"Misalnya, China dapat menaikkan tarif impor kendaraan UE menjadi 25%, dari tarif saat ini sebesar 15%, atau menargetkan ekspor Eropa lainnya seperti anggur dan barang mewah," katanya menjelaskan jurus China yang mungkin mempengaruhi sikap negara Eropa nanti.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Akui Peran Strategis Jokowi Bangun Ekosistem EV

Next Article China Warning Perang Baru dengan Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular