PHK Massal Pabrik Tekstil di Mana-mana, Ternyata Ini Biang Keroknya

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Rabu, 12/06/2024 12:30 WIB
Foto: Suasana sepi tanpa aktivitas pada pabrik yang sudah tidak beroperasi di Kawasan Berikat Niaga (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (24/5/2023). Pabrik-pabrik di kawasan industri dan kawasan berikat dikabarkan banyak yang tutup. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu per satu pabrik tekstil di Indonesia tutup. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun berlanjut dengan angka yang sangat besar, puluhan ribu pekerja.

Ada banyak penyebab yang menjadi biang kerok pabrik tekstil di Indonesia tutup. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyayangkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.

Peraturan ini lebih berpihak pada importir umum, pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API U) daripada mengedepankan upaya negara untuk meningkatkan industri TPT (tekstil dan produk tekstil) domestik.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menegaskan bahwa Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini bakal membuat Indonesia tenggelam kebanjiran produk garmen atau tekstil yang sudah jadi. Kini nasib pekerja yang bergantung di industri TPT pun bakal terancam.


"Untuk angka potensi PHK. Dalam satu tahun ke depan, jika Permendag 8 ini tidak diperbaiki, kurang lebih 120 ribu pekerja dari matinya sekitar 55 perusahaan," katanya kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu dikutip Rabu (12/6/2024).

Ia menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan sebuah kegagalan pemerintah untuk memberikan lapangan kerja kepada anak-anak muda, lapangan kerja di industri TPT akan semakin sempit, karena pemerintah lebih permisif pada pedagang importir tanpa peduli nasib industri dalam negri. Dengan lahirnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini telah secara nyata nyata dimaksudkan untuk menghabisi industri tekstil dan garmen.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 meniadakan aturan Pertimbangan Teknis (PERTEK) yang menjadi kewenangan Kemenperin dan sudah dipatuhi dengan baik oleh pelaku industri tekstil dan garment.

Foto: Suasana sepi tanpa aktivitas pada pabrik yang sudah tidak beroperasi di Kawasan Berikat Niaga (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (24/5/2023). Pabrik-pabrik di kawasan industri dan kawasan berikat dikabarkan banyak yang tutup. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Suasana sepi tanpa aktivitas pada pabrik yang sudah tidak beroperasi di Kawasan Berikat Niaga (KBN) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (24/5/2023). Pabrik-pabrik di kawasan industri dan kawasan berikat dikabarkan banyak yang tutup. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Danang menjelaskan bahwa Pertek atau Pertimbangan Teknis dari Kemenperin itu ibarat bendungan, untuk mengontrol arus masuk barang barang import. Tetapi kalau bendungan itu dijebol maka, arus barang impor tidak terkendali, dan kemudian akan menghancurkan industri dalam negeri.

"Sejak dua tahun lalu industri TPT terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, Tahun 2022 pasca Covid-19, industri TPT mulai menggeliat lagi meskipun belum pulih sepenuhnya," kata Danang.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, tren pelemahan rupiah saat ini menambah beban bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri yang tengah mengalami pukulan beruntun. Mulai dari pelemahan ekspor, serbuan barang impor, kesulitan akses modal kerja, hingga pelemahan rupiah.

Kondisi ini, ujarnya, menyebabkan industri TPT bakal sulit bangkit, terutama jika pemerintah tak turun tangan segera.

"Ini kan sudah hampir selama 2 minggu ini kita lihat rupiah melemah. Ini efek juga ke industri TPT di tengah kondisi yang sudah tertekan sana-sini. Saat ini kita juga sudah tidak full capacity, hanya sekitar 45%. Pelemahan rupiah ini memberi beban tambahan di tengah kondisi industri tekstil yang sudah bisa dibilang berdarah-darah," katanya.

"Pelemahan rupiah ini efeknya ke industri yang membeli bahan baku dalam dolar lalu produknya dijual ke industri hilir dalam negeri dengan kurs rupiah. Ini tentu memberikan beban tambahan," imbuhnya

Redma menuturkan, pada tahun 2023, industri TPT di dalam negeri bahkan tumbuh negatif. Terpukul oleh pelemahan ekspor, hingga memaksa perusahaan melakukan efisiensi di lini produksi dan akhirnya memangkas karyawan. Saat ini, lanjut dia, perusahaan tekstil di dalam negeri berusaha untuk bertahan.

Namun, hal itu hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan cashflow yang baik dan memiliki pasar ekspor yang kuat dan mendukung. Sementara, perusahaan dengan cashflow yang sudah terganggu dan hanya berorientasi pasar lokal tidak akan bisa bertahan. Bahkan, dia memprediksi, setidaknya ada 10 perusahaan tekstil yang kemungkinan bakal ambruk dan gulung tikar.

"Ke depan akan ada lebih 10 perusahaan yang akan gulung tikar, skalanya dengan tenaga kerja 1.000-7.000 pekerja. Perusahaan menengah yang cashflownya sudah tergerus habis. Tertekan rupiah, suku bunga tinggi, nggak bisa dapat modal kerja lagi," paparnya.

Berikut Daftar Pabrik Tekstil yang Tutup Sejak Awal 2024:

1. PT S Dupantex, Jawa Tengah: PHK 700-an orang

2. PT Alenatex, Jawa Barat: PHK 700-an orang

3. PT Kusumahadi Santosa, Jawa Tengah: PHK 500-an orang

4. PT Kusumaputra Santosa, Jawa Tengah: PHK 400-an orang

5. PT Pamor Spinning Mills, Jawa Tengah: PHK 700-an orang

6. PT Sai Apparel, Jawa Tengah: PHK 8.000-an orang.


(wur/wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Dumping Benang Tekstil, API Minta Solusinya Ini