
Utang Jatuh Tempo Bengkak di Era Prabowo, Sebagian Dibayar ke BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Profil utang jatuh tempo mulai 2025 atau periode pertama pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto akan membengkak dua kali lipat dibandingkan dengan periode 2024 atau tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mengutip data profil jatuh tempo utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang jatuh tempo pada 2024 sendiri sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari yang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) Rp 371,8 triliun, dan pinjaman Rp 62,49 triliun.
Sedangkan, pada 2025 menjadi Rp 800,33 triliun, terdiri dari SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun. Pada 2026 sebesar Rp 803,19 triliun, terbagi menjadi SBN Rp 703 triliun dan pinjaman Rp 100,19 triliun, serta pada 2027 menjadi Rp 802,61 triliun, terdiri dari SBN Rp 695,5 triliun dan pinjaman Rp 107,11 triliun.
Pada 2028, utang jatuh tempo menjadi hanya sebesar Rp 719,81 triliun yang terdiri dari SBN Rp 615,2 triliun dan pinjaman Rp 104,61 triliun, dan 2029 kembali turun menjadi Rp 622,3 triliun, terdiri dari utang jatuh tempo dalam bentuk SBN sebesar Rp 526,1 triliun dan pinjaman sebesar Rp 96,2 triliun.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, total utang yang jatuh tempo itu sebetulnya sudah terkelola dengan baik oleh pemerintah, karena biasanya pemerintah memang tiap tahunnya membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 600 triliun sampai dengan Rp 700 triliun.
"Itu sesuatu yang masih bisa kita manage. Biasanya itu kan sekitar Rp 600 triliun sampai Rp 700 triliun," kata Deni saat ditemui di kawasan Hotel Sultan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Deni menjelaskan, untuk pembengkakan profil utang jatuh tempo mulai tahun depan memang disebabkan penerbitan utang dalam bentuk SBN demi memenuhi kebutuhan pembiayaan selama masa Pandemi Covid-19. Hasil utang itu pun diperoleh dari skema berbagai beban atau burden sharing dengan Bank Indonesia (BI).
"Cuma tahun depan itu kan jatuh tempo karena ada yang SBN yang diterbitkan dalam rangka penanganan pandemi Covid. Jadi sebagian sekitar Rp 100 triliun yang dimiliki oleh BI," ucap Deni.
Deni mengatakan, untuk proses pembayarannya pun sebetulnya sudah ada komunikasi antara pemerintah dengan BI. Ia pun menekankan, antara pemerintah dengan BI pun telah membentuk tim khusus demi menyelesaikan utang jatuh tempo yang terjadi mulai 2025 itu.
"Jadi sebenarnya itu sesuatu hal yang bisa dibicarakan, sudah ada timnya dari pemerintah dan BI untuk kita diskusikan bagaimana kita menangani SBN yang jatuh tempo tahun depan," tutur Deni.
"Yang sebetulnya diterbitkan dalam rangka penanganan pandemi, supaya nanti bisa mendapatkan solusi terbaik, di satu sisi juga dalam rangka menjaga sustainability fiskal kita," tegasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tidak Ada Alasan Investor Khawatir Lihat APBN Prabowo