CNBC Indonesia Research

5 Penyebab dan Analisa Ambrukya Rupiah, Dolar Hampir Rp16.300

Revo M, CNBC Indonesia
10 June 2024 13:18
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tercatat ambles terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan pekan ini diikuti dengan berbagai faktor yang menekan rupiah khususnya dari faktor eksternal.

Dilansir dari Refinitiv pada hari ini, Senin (10/6/2024) pukul 13:03 WIB, rupiah terpantau ambruk 0,59% ke angka Rp16.285/US$ atau nyaris menyentuh level psikologis baru Rp16.300/US$ yang sebelumnya sempat disentuh pada jaman Covid-19 atau sekitar empat tahun lalu.

Sementara indeks dolar AS (DXY) sendiri melonjak signifikan pada Jumat lalu (7/6/2024) sebesar 0,75% dan hari ini kembali merangkak naik ke level 105,24 atau naik 0,35%.

Sentimen utama pelemahan rupiah kali ini terjadi akibat faktor eksternal khususnya datang dari AS yang menunjukkan data ketenagakerjaan cenderung menguat.

Berikut sejumlah sentimen negatif yang menekan rupiah:

1. Data Non-Farm Payroll (NFP) Memanas

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan non-farm payrolls (NFP) yang diumumkan pada 7 Juni 2024 meningkat hingga 272.000 pada Mei, angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 185.000.

Sebagai catatan, non-farm payrolls merupakan laporan penggajian sektor tenaga kerja di AS di luar pertanian. Sekitar 80% tenaga kerja AS yang tercatat bekerja di bidang manufaktur, konstruksi, dan barang.

Ketika pasar tenaga kerja masih ketat, maka penghasilan masyarakat AS masih akan memenuhi untuk konsumsi bertahan kuat. Imbasnya, inflasi kemungkinan besar masih akan sulit untuk turun mencapai target bank sentral AS (The Fed).

Pekan ini, tepatnya pada Rabu malam (12/6/2024), AS akan merilis data inflasi periode Mei 2024.Saat ini konsensus memperkirakan headline inflation akan tumbuh stabil di 3,4% year on year/yoy dan inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.

2. Ekspektasi The Fed Dovish Memudar

Pasca data NFP jauh di atas perkiraan, ekspektasi pelaku pasar berdasarkan survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pemangkasan hanya terjadi satu kali yakni pada November 2024 sebesar 25 basis poin (bps).

CMEFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

Ketika suku bunga The Fed tak kunjung dipangkas, maka DXY masih akan tetap berada di level yang tinggi dan akan menekan mata uang lainnya termasuk rupiah.

3. Foreign Outflow di SBN

Data yang dirilis Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu tepatnya 3-6 Juni 2024 menunjukkan terjadi foreign outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp0,66 triliun. Hal ini mematahkan tren foreign inflow yang terjadi selama empat pekan beruntun yakni sepanjang Mei 2024.

Lebih lanjut, selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 6 Juni 2024 tercatat investor asing melakukan jual neto Rp36,02 triliun di pasar SBN.

Hal ini juga disampaikan oleh Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen, Agus Basuki Yanuar bahwa pelemahan rupiah diakibatkan oleh outflow dana asing di obligasi.

4. Repatriasi Dividen

Pembagian keuntungan perusahaan khususnya bagi pemegang saham asing di luar negeri atau yang dikenal sebagai repatriasi dividen memberikan dampak pada permintaan dolar AS yang melonjak beberapa bulan sebelumnya. Alhasil rupiah pun menglamai depresiasi.

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menyampaikan permintaan dolar AS menjelang pertengahan tahun memang sedang tinggi-tingginya.

"Bulan Mei kemarin lagi ada permintaan yang tinggi, apakah itu untuk dividen repatriasi, ada kebutuhan pembayaran utang luar negeri dan kalau dilihat siklusnya memang seperti itu," kata dia.

Agus pun menyampaikan bahwa repatriasi dividen terjadi di bulan Mei hingga Juni. Ia berekspektasi bahwa setelah Juni 2024, rupiah diharapkan mampu bergerak lebih stabil.

5. Musim Haji Picu Rupiah Melemah

Musim Haji 2024 terjadi disekitar Mei - Juni 2024 dan akan memberangkatkan sebanyak 241.000 jamaah ke Tanah Suci. Angka ini lebih banyak 20.000 jamaah dibanding Musim Haji 2023.

Pemberangkatan jemaah haji Indonesia untuk gelombang pertama dijadwalkan pada tanggal 12 - 23 Mei 2024. Sementara pemberangkatan jemaah haji Indonesia untuk gelombang kedua akan berlangsung pada tanggal 24 Mei - 10 Juni 2024.

Agus menyampaikan dengan semakin banyaknya Jemaah haji dan biro perjalanan haji yang terlibat, maka kebutuhan valuta asing (valas) akan meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation