Sawit RI Butuh Badan "Sapu Jagat", Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Usulan membentuk badan yang khusus menangani sawit di Indonesia kembali menggema. Usulan ini dilontarkan oleh pelaku industri dan petani sawit Indonesia. Badan ini diharapkan jadi Omnibus Policy atau Omnibus Law alias sapu jagat, yang bisa memuat semua kebutuhan aturan dan koordinasi yang dibutuhkan sawit.
Lalu, apa sebenarnya urgensi membentuk badan khusus sawit Indonesia? Mengingat, saat ini sudah ada Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan Sekretariat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang berisi perwakilan kementerian/ lembaga terkait.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, titik lemah pembangunan industri sawit di dalam negeri adalahnya karena minimnya koordinasi. Hal ini akan menjadi tantangan dalam upaya hilirisasi sawit di Indonesia.
"Titik lemah kita selama ini, kita jalan sendiri-sendiri. Hulu jalan sendiri, tengah jalan sendiri, hilir jalan sendiri," katanya saat Special Dialogue CNBC Indonesia, "Strategi Meningkatkan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Melalui Hilirisasi" di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
"Ada 17 kementerian yang membuat kebijakan sawit, ada 34 Undang-Undang (UU). Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah Omnibus Policy yang menyatukan dan mengharmonikan ini," tambah Tungkot.
Karena itu lah, imbuh dia, dibutuhkan badan khusus sawit. Semua koordinasi dan kebijakan, ujarnya, disatukan di dalam badan tersebut.
"Dalam badan khusus sawit itu diharmonisasikan semua. Sehingga, kebijakan dan penyaluran dana berjalan dengan baik. Kemudian Indonesia bisa menghasilkan minyak yang lebih besar untuk dunia. Dan kita akan menikmati hasil sawit ini," kata Tungkot.
Di sisi lain, Tungkot meminta agar kebijakan yang diterbitkan pemerintah mendukung sepenuhnya pengembangan dan hilirisasi sawit di Tanah Air.
"Pemerintah harus mmebuat regulasi yang bersahabat dengan rakyat. Soal legalita penting, tapi negara yang menyediakan. Ingat Pasal 33, tugas pemerintah memfasilitasi rakyatnya," sebutnya.
"Petani jangan dibatasi hanya menjual TBS (tandan buah segar), harus masuk ke hilir. Sawit jangan hanya dinikmati korporasi, tapi juga petani. Ada 2,5 juta KK yang bergantung pada sawit," ujar Tungkot.
Karena itu, dia berharap, pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nantinya bisa membuat kebijakan yang memenuhi harapan petani.
"Jangan sampai mempersulit petani," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengusulkan pembentukan badan khusus sawit.
"Siapa pun pejabat negara, hanya satu permasalahan, bentuk Badan Sawit Indonesia. Kalau tidak, kementerian semua cawe-cawe karena duitnya banyak. ESDM ikut, KLHK ikut," ujar Gulat.
"Barang siapa yang menguasai sawit, akan menjadi negara adidaya sesungguhnya. Tapi kita tidak pernah sepakat. Karena ada kepentingan asing supaya kita melakukan tindakan kebodohan," kata Gulat.
Badan khusus sawit nanti diharapkan bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
![]() |
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengusulkan agar pemerintah membentuk badan khusus sawit. Yang akan menjadi induk dan mengurusi sawit di Indonesia.
"Itu kita dorong sawit kita berubah, yaitu bentuk suatu badan untuk bekerja langsung. kenapa? sawit ini segitu demikian mewahnya, ada 17 Kementerian di dalamnya karena semua sayang dengan sawit, saking sayangnya semua. Silakan satu aja badan supaya dia cepat beroperasi," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/03/2024).
Adanya badan sawit nasional diklaim bakal bisa menghilangkan tumpang tindih regulasi yang kerap terjadi antara Kementerian dan Lembaga. Birokrasi sepanjang itu membuat geliat sawit berpotensi tidak bisa sekencang dibanding jika ditangani oleh badan khusus. Selain itu, potensi peningkatan perekonomian juga bakal besar.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Petani Desak Badan Khusus Sawit Segera Dibentuk, Untuk Apa?
