
Sri Mulyani Warning Hati-hati Kelola Utang di 2025, Begini Caranya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memastikan, pengelolaan utang untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2025 akan dilakukan sangat hati-hati, sebab dunia kini dihadapkan pada tren suku bunga acuan yang sangat tinggi, yang berpotensi memengaruhi beban biaya pinjaman utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengelolaan utang yang hati-hati itu tercermin dari desain defisit APBN 2025 yang rendah dan masih di bawah batas aman defisit sebesar 3%, yakni hanya di kisaran 2,45-2,82% dari produk domestik bruto (PDB), dan keseimbangan primer defisit 0,3-0,61% dari PDB.
Sri Mulyani mengatakan dalam menentukan besaran defisit itu, pemerintah turut memperhatikan kondisi era suku bunga tinggi di dunia, serta pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dia mengatakan kedua kondisi tersebut akan mempengaruhi defisit APBN.
"Kalau higher for longer dan exchange rate mengalami tekanan, pasti akan mempengaruhi pada belanja terutama belanja pembayaran bunga utang," kata dia.
"Karena itu, kita harus sangat hati-hati dalam mengelola utang saat tren global seperti ini," kata Sri Mulyani.
Dalam rancangan awal APBN 2025, atau APBN saat mulai beroperasinya pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, selain defisit pada APBN yang dirancang berkisar antara 2,45-2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB), rasio utang dirancang pada kisaran 37,98% hingga 38,71%.
Permasalahan utang ini pun juga menjadi sorotan khusus DPR saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin. Komisi XI DPR mengungkapkan bahwa utang jatuh tempo Indonesia pada tahun depan akan mencapai Rp 782 triliun. Selain itu, potensi tambahan utang untuk menutup defisit APBN 2025 sebesar Rp 600 triliun, sehingga harus jelas pengelolaannya.
"Supaya tahu posisi utang ini, loh. Utang yang nanti akan ditutup kan nanti lewat SBN dan pinjaman, SBN yang nanti kita akan sepakati saat raker, jadi kita perlu tahu nih data-datanya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Dolfie mengatakan, khusus untuk potensi utang untuk menutup defisit APBN 2025 yang sebesar Rp 600 triliun batas bawahnya, perlu untuk diketahui publik pemanfaatannya, seperti untuk program apa saja. Sebab, nantinya tentu harus dibiayai melalui pinjaman.
"Jadi kita perlu tahu nih data-datanya, utang yang di postur kurang lebih Rp 600 triliun minimal, kalau ngambil batas atas lebih tinggi lagi. Kita harus tahu program-program apa yang lewat jalur pinjaman itu, nah ini agar diinformasikan juga kita," ucap Dolfie.
Khusus untuk utang jatuh tempo, Dolfie menanyakan kepada pemerintah terkait dengan sumber pendanaannya sebab besarannya menurut dia sudah mencapai Rp 782 triliun untuk 2025. Utang jatuh tempo itu bagian dari total utang pemerintah per April 2024 yang sebesar Rp 8.338,43 triliun per 30 April 2024.
"Data profil jatuh tempo 2025 total Rp 782 triliun. apakah ini diserap di APBN 2025 atau enggak? kalau diserap APBN yg Rp 3.500 triliun itu untuk bayar utang aja udah Rp 782 triliun. Ini nanti berikan penjelasan kepada kita," tegas Dolfie.
Pertanyaan-pertanyaan anggota dewan termasuk pertanyaan Dolfie saat rapat kerja itu sayangnya akan dijawab oleh pemerintah melalui jawaban tertulis, sehingga belum diketahui hingga saat ini bagaimana pemerintah menjelaskan proses pembayaran utang jatuh tempo itu.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani-Tim Prabowo Duduk Bareng Pagi Ini, Beberkan Isi APBN 2025