Simak! Sri Mulyani & Gubernur BI Bawa Kabar Buruk dari Masa Depan

Rosseno Aji, CNBC Indonesia
06 June 2024 09:35
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Peluncuran Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022, Kamis (18/8/2022). (Dok. Bank Indonesia)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Peluncuran Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022, Kamis (18/8/2022). (Dok. Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat kompak ketika melakukan pembahasan tentang rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dengan para anggota DPR RI selama dua hari belakangan. Mereka sama-sama membawa kabar buruk, bahwa perekonomian dunia sedang tidak baik-baik saja dan mungkin akan berlangsung lama.

Kabar buruk tentang masa depan itu terungkap dalam paparan Sri Mulyani dan Perry saat bertandang ke Badan Anggaran DPR pada Selasa (4/6/2024) dan Komisi XI DPR RI pada Rabu, (5/6/2024). Dalam dua kesempatan tersebut, Sri Mulyani memaparkan kondisi perekonomian dunia yang menjadi acuan dalam penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk anggaran pemerintahan baru.

Perry Warjiyo juga memberikan pandangannya terkait situasi global terkini yang akan berpengaruh pada perekonomian RI ke depan. Berikut ini sejumlah paparan Perry dan Sri Mulyani mengenai kondisi perekonomian ke depan.

Ekonomi Tak Pasti Sampai 2025

Bank Indonesia (BI) memandang ketidakpastian ekonomi masih tinggi ke depan. Dimulai dari perekonomian global yang diperkirakan sama seperti tahun ini, yaitu tumbuh 3,1%.

"Ekonomi global tahun depan itu juga masih tidak pasti," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (4/6/2024)

Masalah berikutnya adalah inflasi global yang masih tinggi. Meskipun banyak negara sudah menaikkan suku bunga acuan, akan tetapi sulit turun dalam level yang aman.

Perry menyebutkan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) diperkirakan baru menurunkan suku bunga acuan pada akhir tahun.

"Ini membuat ketidakpastian kenapa DXY masih sangat kuat," jelasnya. Dia mengatakan suku bunga obligasi pemerintah AS yang tinggi karena inflasi dan tingginya utang bisa berdampak terhadap penerbitan surat utang pemerintah Indonesia.

Persoalan yang kini menjadi sorotan adalah tensi geopolitik. "Itu akan berdampak ke ekonomi Indonesia kita harus kerja keras untuk tumbuhkan suatu pertumbuhan kita," papar Perry.

Kurs Rupiah Jelang 2025

BI memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak menguat ke depan. Perry memperkirakan hingga akhir tahun ini rupiah akan bergerak pada level 15.700-16.100/US$. Sementara, saat ini posisi dolar Amerika Serikat (AS) bergerak di antara level Rp16.100-16.200.

"Kami perkirakan rupiah akan bergerak stabil dan menguat terutama karena kenaikan BI rate kemarin, premis risiko menurun dan prospek ekonomi yang baik dan imbal hasil menarik," ungkap Perry.

Perry menjelaskan setelah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25% pada April 2024, arus modal asing mulai kembali masuk dan rupiah mengalami apresiasi. Meskipun secara tren rupiah melemah dibandingkan akhir 2023.

"Alhamdulillah arus modal asing kembali dan upaya stabilisasi yang kami lakukan untuk nilai tukar cukup bagus," pungkasnya.

Perang Dagang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan investasi pada tahun 2025 akan tumbuh pada kisaran 5,2% hingga 5,9% year on year (yoy). Sejalan dengan proyeksi ini, Sri Mulyani mengingatkan sejumlah risiko yang akan menghantui investasi Indonesia di tahun pertama pemerintahan Prabowo dan Gibran.

Pertama, kinerja investasi tersebut akan dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga global higher for longer atau suku bunga tinggi yang ditahan untuk waktu lama lama. Kedua, ketegangan geopolitik yang dapat menimbulkan fragmentasi investasi dan perdagangan. Terakhir adalah perubahan iklim.

"Potensi disrupsi termasuk climate change tentu akan pengaruhi aktivitas investasi pada 2025 yang menurut kami pertumbuhannya ada pada 5,2-5,9%," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Sri Mulyani mengungkapkan risiko perang dagang saat ini tidak main-main karena eskalasinya sangat luar biasa.

"Dilihat dari restriksi dagang, yang dilakukan atau diberlakukan antar negara, antara blok di Amerika dan RRT," kata dia.

Pada 2019, kata Sri Mulyani, baru ada 982 restriksi perdagangan baru yang muncul. Jumlahnya bertambah menjadi 2.491 restriksi pada 2022. Kemudian, restriksi perdagangan bertambah lagi menjadi 3.000 restriksi yang diberlakukan. Salah satu contohnya, pemberlakukan tarif bagi mobil listrik (Electric Vehicle) asal China oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

"Dan nilainya enggak kaleng-kaleng, kalau seperti tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Biden ke produk Electric Vehicle, China itu 4 kali lipatnya artinya mencapai 100%," ungkapnya.

Dia meyakini tren kebijakan ini akan menimbulkan disrupsi ekonomi. Di sisi lain, dia menjelaskan dunia juga mulai banyak mengadopsi industrial policy. Padahal, sebelumnya jenis kebijakan ini dianggap tabu.

"Negara memberlakukan industrial policy untuk men-secure (mengamankan) ekonomi dan industrinya masing-masing," kata Sri Mulyani.

Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengungkapkan situasi global makin berat. Sederet tantangan muncul dan lebih berat dibandingkan yang harus dihadapi banyak negara sebelumnya termasuk Indonesia.

"Kami sudah sampaikan lingkungan global masih dinamis dan tantangannya makin tinggi," ungkap Sri Mulyani.

Dia mengatakan tantangan tersebut salah satunya inflasi. Dia mengatakan beberapa negara maju mengalami inflasi yang sangat tinggi sehingga memaksa penerapan kebijakan suku bunga acuan tinggi dalam periode panjang.

"Implikasi dari kebijakan di negara-negara maju untuk respons inflasi tinggi likuiditas ketat dan suku bunga meningkat sebabkan tekanan capital outflow dan menimbulkan biaya utang atau cost of borrowing yang meningkat ini dialami semua negara baik di mana mereka menaikkan suku bunga seperti di AS dan Eropa maupun spillover dunia," katanya.

"Jadi ini lingkungan ekonomi global yang langsung pengaruhi ekonomi nasional dan APBN," kata Sri Mulyani.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani dan Bos BI Satu Suara Ekonomi 2024 Berat Gegara AS-Israel

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular