
Ternyata Ini Biang Kerok 4 Pabrik Tekstil Tutup-PHK Lebih 2.000 Orang

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, ada 4 pabrik tekstil memutuskan menutup operasionalnya pada bulan Mei 2024 ini. Menambah daftar pabrik manufaktur RI yang tutup, tempat anggota KSPN bekerja.
Akibat penutupan pabrik itu, 2.300 pekerja jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Lokasi pabrik tersebut ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kondisi ini mengonfirmasi kondisi pabrik manufaktur di dalam negeri yang tidak sedang baik-baik saja, terancam gelombang PHK yang terus berlanjut.
Ironisnya lagi, pabrik yang tutup ini bukan lah pabrik garmen atau hilir industri tekstil. Melainkan pabrik tekstil yang memproduksi barang setengah hilir, yaitu kain dan benang.
"Pabrik tekstil terus bertumbangan. Di bulan Mei kemarin, PT Alenatex yang berlokasi di jalan Moh. Toha, Bandung, Jawa Barat tutup. Akibatnya sekitar 700 pekerja kena PHK," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/6/2024).
"Sekarang menyusul PT Kusuma Group yang memiliki 3 perusahaan, menutup pabriknya. Lokasinya di kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. 1.600 pekerja jadi korban PHK," tambah Ristadi.
Dia mengungkapkan, ketiga perusahaan grup Kusuma tersebut adalah PT. Kusumahadi Santosa yang memproduksi kain (weaving, finishing dan printing) dengan jumlah karyawan kena PHK sekitar 500 orang. lalu PT Kusumaputra Santosa yang memproduksi benang dengan jumlah karyawan kena PHK sekitar 400 pekerja, serta PT Pamor Spinning Mills yang juga memproduksi benang dengan jumlah pekerja kena PHK ada 700-an orang.
"Tadinya karyawan PT Kusuma Group ini ada mungkin sekitar 3.500-an orang. Lalu mereka PHK bertahap, sedikit-sedikit. Tau-tau udah sisa 1.600-an orang saja. Dan, karyawan ini katanya sudah 3 bulan tak dibayar gajinya. Dan, karena sudah tak bisa bertahan, pada tanggal 24 Mei kemarin memutuskan untuk menutup pabrik," ungkap Ristadi.
Lalu apa penyebab pabrik tekstil tersebut tutup hingga menyebabkan ribuan orang jadi korban PHK?
Ristadi menuturkan, penurunan order jadi penyebab perusahaan harus melakukan pemangkasan karyawan, dan kini harus menyerah dan tutup pabrik.
"Terjadi penurunan order. Lalu perusahaan mencoba bertahan dengan berinovasi, mengolah produknya dengan menciptakan produk sendiri. Tapi ternyata nggak laku, nggak bisa masuk ke pasar lokal karena sudah diisi barang impor murah," sebutnya.
"Mereka kalah, nggak bisa melawan barang impor murah, terutama dari China. Barang yang diproduksi itu tak laku, kemudian numpuk di gudang. Pelan-pelan perusahaan nggak kuat, lalu PHK bertahap. Hingga akhirnya tutup," papar Ristadi.
Dia menekankan, perusahaan tersebut sudah berupaya bertahan, namun memang tak bisa bersaing melawan gempuran impor. Karena itu, dia pun memperingatkan pemerintah, gelombang PHK masih akan terus berlanjut. Tak hanya di pabrik tekstil, tapi juga di industri garmen-tekstil dan produk tekstil (TPT), juga pabrik sepatu. Serta, manufaktur lainnya.
"Serbuan impor akan semakin gila. Apalagi dengan dilonggarkannya aturan impor, ke depan akan semakin parah. Kemarin sempat diperketat memang, dan dinikmati industri di dalam negeri. Tapi ternyata pemerintah nggak kuat, lalu melonggarkan impor dengan menerbitkan Permendag No 8/2024," tukasnya.
"Kalau aturan impor ini nggak diperketat, pabrik-pabrik akan semakin banyak bergelimpangan. Tak cuma pabrik garmen, tapi juga tekstil dan sepatu. Sementara, konsumsi masyarakat tidak berkurang. Hanya saja jadinya dinikmati barang-barang dari luar negeri," sebut Ristadi.
Seeprti diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan baru ini berlaku mulai 17 Mei 2024.
Akibat ketentuan baru ini, pemerintah melonggarkan syarat impor 7 komoditas, yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Duka! 4 Pabrik Tekstil Tutup, 2.200-an Pekerja Jadi Korban PHK
